must to remember:

Sejarah hanya mampu mencatat orang-orang yang menyisakan jejak dalam hidupnya. Bergeraklah...

Rabu, 16 Desember 2009

Indahnya Berbagi

Oleh: A. Saputri Mulyanna


Waktu terus berdetak. Tak pernah menengok ke belakang, apalagi berhenti. Sedetik pun tak pernah. Lambat dan pasti, ia terus menjalankan titah Tuannya. Tak membantah dan mendebat, meski menghadapi dunia yang tak pernah berhenti berdebat. Waktu tak pernah menyerah dan angkat tangan, meski terkadang ada yang menghujat geraknya. Ia terus berspekulasi dengan tugas dan tanggungjawabnya. Menyediakan 24 jam dalam sehari sebagai modal awal bagi makhluk-Nya untuk bertarung dalam peta kehidupannya masing-masing. Meski ia tak tahu, bahkan mungkin tak mau tahu, untuk apa orang-orang memanfaatkan dirinya. Yang jelas, ia telah menjalankan tugas, menisbahkan dirinya untuk dimanfaatkan; baik atau buruk. Terserah kalian, mau memanfaatkan aku seperti apa. Yang jelas, aku sudah menghibahkan diriku untuk kalian. Mungkin begitulah jika waktu ingin berlisan.

                sekali lagi- Siapa pun di dunia ini, semua akan mendapat jatah waktu 24 jam dalam sehari. Sama! Itu adalah sebuah keniscayaan yang tak dapat digugat. Kita –pemberdaya waktu- adalah Sang Musafir yang terus berkelana, menyusup dari lorong waktu yang satu ke lorong waktu berikutnya. Pernyataan ini cukup memberikan artikulasi yang cukup tegas, bahwa waktu dapat menjadi modal besar untuk mencetak karya terbaik, membuka kunci kesuksesan. Namun, tidak tepat jika waktu dijadikan sebagai barometer penentu kesuksesan seseorang. Bukankah –sekali lagi- waktu kita sama? Sama-sama 24 jam dalam sehari? Yang membedakan adalah pemanfaatan kita terhadap waktu itu. Apakah dalam 24 jam itu telah kita maksimalkan atau tidak. Cukup. Pembicaraan kita tentang waktu saya rasa sudah cukup. Selanjutnya, mari kita bercerita tentang salah satu parade kehidupan yang sempat terlakoni oleh Sang Musafir dari salah satu lorong waktu yang telah terbentang.
***

Sabtu, 12 Desember 2009
                Pertemuan ke-2 bergelut di salah satu tempat bimbingan belajar sebagai seorang tentor. Jika awalnya Dewi masih terasa asing untuk menginjakkan kaki di gedung ini, sekarang ia sudah mencoba untuk beradaptasi. Dengan tidak mengasingkan diri tentunya. Beradaptasi dengan suasana lingkungan barunya: dengan tentor yang lain, dengan siswa-siswinya, dengan lingkungan ruang kerjanya, dan bahkan beradaptasi dengan perputaran waktu hidupnya itu sendiri. Semua kini terlakoni dengan izin-Nya.
Hari ini, Dewi mendapat  jadwal untuk mengajar anak SD (tepatnya kelas 5 dan 6). Dan inilah kali pertama Dewi berhadapan langsung dengan anak-anak lugu itu. Meramu kisah dalam balutan suasana formal di sebuah kelas. Perannya sebagai seorang instruktur di organisasi yang digelutinya, tetap membuatnya sedikit linglung menjamu bocah-bocah polos itu. Maklum, selama ini Dewi hanya terbiasa menghadapi anak-anak SMP, SMA, hingga mahasiswa, dalam bingkai pentrainingan. Kekritisan, keseriusan, hingga pelafalan kalimat-kalimat ilmiah yang biasa terucap dalam ruang kelas, kini harus terganti. Kisah kali ini harus dikemas secara ringan dan santai, tapi tetap harus tepat sasaran. Bahasa tingkat tinggi yang biasa terlontar dalam setiap sesi pentrainingan pun harus berganti menjadi bahasa sederhana. Sesederhana mungkin.
                Dua jam berlalu. Waktu mengajar selesai. Akhirnya, tantangan untuk berhadapan dengan anak SD hari ini berhasil Dewi taklukkan. Dan hasilnya,,, cukup memuaskan! Dengan langkah tegak penuh semangat, Dewi meninggalkan gedung itu. Sambil terus membatin. Berdialog dengan ruang pribadinya; Sangat seru ternyata bergabung dengan dunia mereka dalam forum formal seperti ini. Meski bawaannya harus di non-formalkan terus selama bersama mereka. Yang kemudian menyeret aku untuk menerapkan kurikulum ‘Bermain sambil belajar’. Mungkin sudah sejak dulu telingaku sudah tidak asing lagi dengan metode seperti itu. Dan saat inilah metode itu harus aku aplikasikan. Ya, diaplikasikan untuk orang lain, bukan untuk diriku pribadi. Aku akhirnya mendapat pelajaran penting dari mereka. Kuluman senyum pun berulang kali tergambar di balik wajah Dewi, sembari menatap tajam Sang Raja Siang di ufuk sana yang sebentar lagi beranjak dari peraduannya.
Dalam perjalanan pulang, Dewi terus merekam moment yang baru saja ia lakoni bersama murid-murid barunya. Tak henti ia terus berspekulasi dalam hati; satu pelajaran penting yang aku dapatkan dari bocah-bocah lucu itu. Dan itu tidak aku dapatkan dalam mata kuliahku di kampus: Indahnya Berbagi! Episode kehidupan selama kurang lebih 2 jam ini, secara tidak sadar menghentakkan alam bawah sadarku tentang titik substansial ketika kita bisa berbagi dengan orang lain. Jujur, kali ini aku merasa ilmu yang kumiliki berguna setelah melakukan proses transformasi kepada mereka. Yang sebelumnya, terkadang aku berpikir bahwa ilmuku biasa-biasa saja. Dan saat ini, aku telah menjadikan yang biasa itu menjadi luar biasa di mata mereka. Transformasi ilmu itu lahir antara aku dengan mereka, bocah SD itu. Bocah dengan segala keluguannya, namun menyisakan banyak makna dibalik gerak polosnya. Aku mencoba untuk men-transfer apa yang aku ketahui tentang sub pelajaran pada saat itu. Dan mereka pun telah men-transfer keceriaan, keseriusan, keikhlasan, kesabaran, kebersamaan, kesopanan; kepada aku. Meski ke-6 sub Bab yang ia berikan itu terbingkai indah dalam sebuah ‘keluguan’. Mereka menyentil kesadaranku tentang efek fundamental dari sebuah “keceriaan, keseriusan, keikhlasan, kesabaran, kebersamaan, dan kesopanan”. Mungkin, masih banyak lagi sub Bab lainnya, tapi paling tidak yang ke-6 itulah yang bisa kudapatkan pada pertemuan ini. Dan kesemua itu, ternyata bermuara pada 1 Bab utama: ‘Indahnya Berbagi’.  
Begitulah, Dewi terus membatin. Mencerna alur hidup yang baru saja ia lakoni. Ucapan Ibunya yang pernah terlisan beberapa tahun yang lalu, kini ikut menjelma dalam ruang pikirnya. Ilmu itu akan bermanfaat ketika kita membaginya dengan orang lain, Nak. Ilmu yang kita miliki itu akan sangat terasa ketika kita telah membaginya kepada orang lain. Kalimat itu terbukti!
***

Terkadang, apa yang kita anggap biasa akan menjadi luar biasa di mata orang lain. Bukankah sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat buat orang lain? Dan menjadi pertanyaan sederhana untuk kita, seberapa banyak yang telah kita persembahkan kepada orang lain pada hari ini? Seberapa banyak orang yang telah tersenyum karena diri kita? Adakah orang di sekitar kita yang merasa mendapatkan manfaat atas keberadaan diri kita? Atau, jangan-jangan yang terjadi justru sebaliknya. Kita telah menjadi momok di mata mereka yang terus dihindari, bahkan dilupakan. Atau kita telah menjelma menjadi orang yang terus membawa kekesalan, melahirkan kebencian dan mendatangkan musibah di mata mereka. Semoga tidak!
Bukankah kesuksesan hakiki adalah ketika kita mampu merasakan kebahagiaan? Dan ternyata, salah satu sumber kebahagiaan itu adalah ketika kita telah berbagi dengan orang lain. Senyum yang terpancar dari orang lain, akan menyusupkan kebahagiaan yang murni dalam jiwa kita. Coba ketuk sedikit daya ingat kita, saat beberapa hari yang lalu ketika kita bertemu dengan seorang bocah dekil di perempatan jalan, saat mobil yang kita tumpangi dicegat oleh lampu merah. Di tengah terik siang yang sangat mencekik, ia datang dengan penuh harap memamer belas kasih. Dibalik kaca mobil, terpantul wajah kusam-kerutnya penuh iba. Hingga akhirnya ia berhasil mengetuk nurani kita yang terdalam. Dan kita pun membuka kaca mobil dan mengulurkan tangan untuk memberi recehan yang masih tersisa di saku depan tas, atau recehan yang sedang tergeletak pasrah di dasboard mobil. Meski dalam jumlah yang tak bernilai menurut kita, tapi ternyata yang tak bernilai itu justru telah membuatnya sangat berkesan. Hingga terlampiaskan dibalik wajah dekilnya; senyum tulus, lepas, penuh rasa. Saat itulah, terjadi transformasi rasa. Terpantul bahagia yang seketika memancarkan sinar dalam hidupnya. Semua muncul dibalik recehan tak bernilai itu. Efek gravitasi akhirnya terbukti. Rasa bahagia yang tertanam dibalik wajahnya, ikut mengalir dalam diri kita. Senyum tulus yang ia pertontonkan, telah mewujud menjadi satu rasa dalam diri kita: bahagia! Kepenatan yang mungkin sebelumnya melekat pada diri kita, seketika luluh oleh senyum tulus itu. Maka, benarlah rumus yang telah dituliskan oleh Mas Nunu dalam Quantum Ikhlasnya: Memberi = Menerima. Tidak logis, tapi benar. Setidaknya, senyum yang terwujud itu adalah bukti penerimaan atas pemberian yang telah kita berikan.

***

Dikemas kembali pada: Kamis, 21042011: 01.03
Dalam ruang imajinasi hidup yang terus menjelma.

















Selasa, 08 Desember 2009

"Harga Sebuah Pembelajaran"

Yana Yan 


Jumat, 4 Desember 2009
 
 Di suatu pagi yang cerah, saya ditemani teman saya tengah asyik berbincang dengan seorang Ibu, tepatnya seorang pembina pondok pesantren. Saat itu, suaminya (juga pembina pondok pesantren itu) ada di situ, tapi ia berada di luar, di teras rumah, tak jauh dari tempat kami duduk. Kebetulan malam itu ada jadwal ngajar (Bimbel) di pesantren tersebut, dan kami pun nginap di rumahnya.
 

Senin, 09 November 2009

Quantum Learning PII Sinjai Direspon

            Pendidikan, kini menjadi isu yang tak asing lagi untuk diperbincangkan.  Tema ini seolah tak pernah lepas dari perbincangan umat manusia, termasuk Indonesia. Betapa tidak! Pendidikan adalah salah satu motor ideology yang menjadi kunci utama kemajuan sauté bangsa. Maka tak heran, jikalau pendidikan adalah salah satu pilar Kabupaten Sinjai, yang terus diperjuangkan.
         

Jumat, 16 Oktober 2009

Little About Mie Instant


Bagi para pengemar mie instan, ternyata di dalam mie tersebut terkandung lilin yang berfungsi untuk melapisi mie instant (mungkin itu juga yah yang menyebabkan mie tidak lengket satu dengan yang lainnya). Pastikan Anda punya selang waktu paling tidak 3(tiga) hari setelah Anda mengkonsumsi Mi Instan, jika Anda akan mengkonsumsinya lagi. Pernah seseorang bereksperimen dengan cara menyimpan kuah hasil olahan mie instan selama 3 hari, dan ternyata memang terbukti ditemukan zat seperti lilin. Seseorang, karena begitu sibuknya dalam berkarir(bekerja) sehingga tidak punya waktu lagi untuk memasak,sehingga diputuskannya untuk mengkonsumsi Mi Instan setiap hari. Akhirnya dia menderita kanker. Dokternya mengatakan bahwa hal ini disebabkan karena adanya lilin dalam Mi Instan tersebut. Dokter tersebut mengatakan bahwa tubuh kita memerlukan waktu lebih dari 2 (dua) hari untuk membersihkan lilin tersebut.

Bagi anda pengemar mie instan, mungkin kini saatnya untuk berhati-hati mengkonsumsi mie tersebut, karena tubuh kita membutuhkan waktu 2 – 3 hari untuk membersihkan zat lilin tersebut. Jika kita perhatikan Mi China yang berwarna kuning yang biasa ditemukan di pasar, dari hasil pengamatan, mi yang belum dimasak tersebut akan terlihat seperti berminyak. Lapisan minyak ini akan menghindari lengketnya mi tersebut satu dengan lainnya. Mi Wonton yang masih mentah biasanya ditaburkan tepung agar terhindar dari lengket. Ketika tukang masak akan memasak mi, dia memasaknya pertama-tama dalam air panas, kemudian dibilas/ditiriskan dengan air dingin sebelum dimasak dengan air panas lagi. Memasak dan meniriskan dengan cara ini akan dapat menghindari lengketnya mi tersebut satu sama lainnya. Tukang masak memberikan minyak dan saos pada mi tersebut agar tidak menjadi lengket ketika akan dikonsumsi secara kering (tanpa kuah).
Aturan masak dalam membuat Spaghetti (Mi dari Italia), akan dibutuhkan minyak dan mentega yang ditambahkan terlebih dahulu pada air rebusan Spaghetti untuk menghindari lengketnya pasta tersebut.

Makanya, kalau mau mengkonsumsi mie instan, usahakan untuk selalu membuang air hasil rebusan dan menggantinya dengan air hangat yang baru. (untuk meminimalkan zat lilin yang masuk).

Ada kisah yang mengerikan :

* Ada orang yang sekarang usianya sekitar 48 tahunan tapi sudah 4 tahun terakhir ini kemana-mana membawa alat, maaf, sebagai pengganti anusnya, karena usus bawah sampai dengan anus telah dipotong sebab sudah tidak bisa dipakai lagi pasalnya waktu mahasiswa dengan alasan ekonomi mengkonsumsi mie instant secara berlebihan sehingga bagian usus yang dipotong tersebut adalah tempat mengendapnya bahan pengawet yang selalu ada di setiap mie instant mungkin sejenis borax pengawet untuk mayat (data menunjukan bahwa import borax dan sejenisnya sangat besar ke Indonesia) dan walhasil menimbulkan pembusukan ditempat tersebut, semoga semua pihak berhati hati dalam mengkonsumsi makanan seperti bakso, sosis, mie dll

* Ada lagi, orang yang pernah kena kanker getah bening (8 kelenjar getah bening kena), dan berobat selama hampir 1 tahun di Singapore menghabiskan lebih dari 1 Milyar pada tahun 1996 sampai 1997 (untung ditanggung kantor), akibat dia mengkonsumsi indomie plus korned selama 4 tahun terus menerus setiap hari(dengan alasan karena istrinya sibuk kerja). Menurut dokter yg mengobati nya, penyebab utamanya adalah pengawet yg ada di indomie dan korned tsb.

Berikut ini adalah beberapa tehnik/teknik atau cara untuk membuat indomie mie instant menjadi lebih sehat atau lebih enak lain dari apa yang ada di saran penyajian di bungkus indomie. Tentu saja tips dan triks ini tidak hanya untuk mi instant merek indomie saja, namun juga untuk merek lainnya seperti mie ABC, Mie President, Michiyo, Mie Sedaap, Karee, dan lain sebagainya.

- Menambah Sayur Mayur
Bagi anda yang suka sayur-sayuran hijau ataupun sayur lainnya anda dapat memasukkan daun sawi, bayam, kangkung, kol, tomat, pete, cabe merah, cabe rawit, bawang bombai, jahe, kunyit, dan lain sebagainya ke dalam rebusan indomie. Sebaiknya sayuran tersebut dimasak tidak terlalu lama agak zat yang terkandung dalam sayur tersebut tidak rusak.

- Menambah Lauk Pauk
Bagi anda yang suka lauk-pauk baik yang berasal dari hewan maupun tumbuhan anda dapat memasukkan telur, kornet, daging, sosis, tempe, tahu, oncom, dan lain sebagainya ke dalam rebusan indomie. Bagi anda yang sedang diet sebaiknya mengurangi lauk pauk yang mengandung banyak kalori atau lemak.

- Dibuat Jadi Versi Goreng
Mie yang seharusnya direbus dapat anda coba dimasak dan kuahnya ditiriskan, lalu setelah itu diaduk sampai rata dengan bumbu tanpa air rebusan. Yang pasti anda harus menyesuaikan takaran atau ukuran versi goreng agar tidak terasa asin atau aneh ketika dimakan nanti.

- Dibuat Jadi Bubur Indomi
Ketika mie instant belum dibuka dari bungkusnya remaslah mi tersebut sampai halus, kemudian dimasak seperti biasa. Nanti indomie yang sudah matang akan terlihat seperti bubur mie.

- Dibuat Jadi Snack
Carilah resep ke internet, buku, majalah, teman, tetangga, dan lain sebagainya untuk mengoah indomi menjadi snack, kudapan, jajanan, cemilan, dan lain-lain. Mi instan dapat dibuat menjadi seperti kroket, omelet, risol, kripik, dan lain sebagainya

Hmm…^_^

Kamis, 15 Oktober 2009

Bahaya Sate vs Timun




Sate… tentu tak asing lagi di telinga kita. Identik dengan daging, ditusuk, dan dibakar,,, + bumbu kacangnya, Hmm…

Siapa yang tidak tergiur akan kelezatan sate. apakah itu sate kambing, sate ayam, ataupun sate padang dan beraneka ragam makanan lainnya yang bersumber dari air tawar ataupun hasil laut seperti ikan mas, ikan kakap, baronang, cumi, kepiting dan teman-temannya, ditambah sedikit lalapan dan sambal yang pedas. Mmmm sangat menarik bukan ?? Dan tentu saja untuk menemukan jenis makanan tersebut di Makassar khususnya tidaklah susah. Hamper di setiap ruas jalan berderet gerobak yang memamerkan jualannya itu. Tapi, tunggu dulu…

Minggu, 11 Oktober 2009

SILATURRAHMI PII (Pelajar Islam Indonesia) SULSEL 2009




Menjalin silaturrahmi dengan teman seperjuangan merupakan salah satu kenikmatan tersendiri. Hal ini yang mendorong Pelajar islam Indonesia(PII), sebagai organisasi keislaman mencoba untuk mengumpulkan Perhimpunan Keluarga Besar dan kader - kader Pelajar Islam Indonesia (PII) dalam moment yang begitu hangat dalam acara silaturahim PII Sul- Sel 2009 yang dilaksanakan Ahad 11 Oktober 2009 ,bertempat di gedung Graha Pena Fajar Lt.2 (ruangan Gama College) Makassar. Kegiatan ini atas prakarsa Pengurus Wilayah Pelajar Islam Indonesia (PW PII) Sulawesai Selatan bekerja sama dengan Pengurus Daerah Pelajar Islam Indonesia (PD PII) Metro Makassar dengan tema “Internal Solid Eksternal Publish, Merajut Ukhuwah Meneguhkan Integritas Menuju Pribadi yang Berkarakter, Dinamis,dan Populis”. Hadir pada saat itu para keluarga besar PII, serta kader-kader PII dari berbagai utusan daerah; Makassar, Barru, Enrekang.

Minggu, 16 Agustus 2009


Serpihan Narasi PII Dalam Bingkai 62 Tahun

Oleh: Yana Yan

“Masa sekarang dan segala masa, adalah masa yang indah kalau saja kita tahu apa yang harus kita perbuat”

(Ralph Waldo Emerson)

Kini, era globalisasi bukan lagi sebuah wacana asing bagi kita, rakyat Indonesia. Realita terpajang di depan mata. Bertumpuk efek telah terealisasi sempurna. Hedonisme atau sikap hura-hura yang dilakukan remaja, gejala shopaholic (sebutan untuk orang yang hobi belanja), free-sex, ghozwul fikr, bahkan kristenisasi, adalah sedikit dari sekian banyak efek yang ditimbulkan dari globalisasi yang bisa kita baca saat ini. Lahirnya era globalisasi di bumi pertiwi, pertanda sekat antar bangsa telah terhapus. Artinya, hasutan-hasutan dari luar pun semakin gencar mengalir memasuki negeri ini. Parahnya, pelajar yang didominasi oleh kaum remaja, adalah pihak yang lebih banyak mendapatkan percikan apinya.

Sesuatu yang tak dapat dipungkiri, bahwa kualitas generasi muda merupakan cerminan masa depan bangsa. Suatu bangsa yang gagal membina generasi muda (moralitas dan kapabilitas), akan menjadi bangsa pecundang di kemudian hari. Negara-negara maju di dunia sangat khawatir dengan kelanjutan masa depan negara mereka. Apalah artinya kemajuan ekonomi, kecanggihan teknologi dan militer, kepemimpinan atas dunia, sementara generasi mudanya sedemikian rusak moralnya, bahkan tidak dapat diharapkan di masa depan. Bayang-bayang kemunduran atau bahkan kepunahan sebagai bangsa tampak begitu menakutkan. Maka, generasi muda islam pun harus mempersiapkan diri agar mampu berkompetisi sekaligus mengambil peranan yang lebih besar. Berbagai elemen bangsa Indonesia yang mayoritas muslim harus bangkit dan saling bahu-membahu mengembangkan program pembinaan generasi muda yang bermuara pada pencapaian kualitas iman dan takwa, serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mumpuni. Dan Pelajar Islam Indonesia (PII), sebagai organisasi pergerakan pelajar yang berasaskan islam, diharapkan mampu ikut berkiprah dan memberikan kontribusi maksimalnya. Disinilah, peran seorang kader PII untuk dapat mengaplikasikan fungsinya sebagai alat perjuangan. Pengaplikasian yang sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan dan pendidikan, yang menjadi tema lahan garap perjuangannya. Dengan mengusung tema itu, sangat diharapkan tujuan terbentuknya Pelajar Islam Indonesia (PII) ini bisa segera terealisasi. ”Kesempurnaan pendidikan dan kebudayaan yang sesuai dengan islam bagi segenap rakyat Indonesia dan umat manusia,” tak lagi sekedar wacana yang hanya bisa dilafadzkan dalam setiap prosesi pengkaderan PII. Kader-kader PII diharapkan hadir sebagai salah satu wahana yang bisa menjadi the agent of problem solving atas segala problematika yang terbentang. Semoga dengan demikian, kita bisa menjadi bagian dari golongan orang-orang yang beruntung, yang senantiasa menyeru kepada kebajikan dan mencegah kemunkaran.

4 Mei 1947! Menjadi tonggak sejarah lahirnya sebuah organisasi bernama Pelajar Islam Indonesia (PII). Layaknya manusia yang terus ditempa masalah dalam setiap hidupnya, Pelajar Islam Indonesia (PII) pun demikian. Diusia yang sudah mencapai angka 62 tahun, berderet masalah menyambar organisasi ini. Termasuk ketika PII harus hidup di tengah era globalisasi. Dimana, kompleksitas problematika kehidupan pun semakin mencuat. Namun, memasuki usia yang semakin beranjak, tak sepantasnya PII bungkam, apalagi lengah. Hanya mengamati, serta menikmati setiap skenario dari Sang Pencipta, layaknya seorang tua renta. Kalau boleh kita menganalogikan, idealnya PII bagaikan sebuah pohon besar yang kokoh. Dimana, semakin tinggi dan semakin besar pohon itu, maka akan semakin kokoh pula dalam menghadapi tamparan angin sebesar apapun. PII pun idealnya harus seperti itu! Kokoh dan bijak dalam menghadapi setiap masalah.

Kini, 62 tahun membingkai perjalanan hidup PII. Usia yang sudah semakin beranjak. Tak salah, jika terkadang kita menuntut sebuah idealitas. Maka, adalah sebuah langkah bijak ketika kita sadar akan realitas, maka segeralah berbenah dari itu semua. Dan, menjadi sebuah bahan refleksi, ketika realitas belum berada pada titik idealitasnya. Aktualisasi ‘Muslim, Cendekia, Pemimpin’ (MCP), saatnya digerus. Tak sekedar kata! Namun, sekali lagi: PII butuh aplikasi. Sehingga, PII benar-benar mampu mencetak generasi yang mampu berkompetisi dari berbagai lini kehidupan.

’Ikrar Jakarta’, sebuah komitmen yang senantiasa diteriakkan oleh kader dalam setiap prosesi pengkaderan, tidak sepantasnya hanya menjadi sebuah wacana formalitas pelengkap training belaka. Tapi lebih dari itu, komitmen itulah yang harus menggerakkan hati kita untuk bisa mengaplikasikan segala apa yang pernah kita ikrarkan. Karena itulah komitmen yang kelak akan dimintai pertanggungjawabannya. Karena hidup bukanlah permainan!

Dan hendaklah ada segolongan diantara kamu yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar: merekalah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Ali-Imran:104).

\

Kamis, 30 Juli 2009

Merindu Rini


Tercipta gelisah di ruang ini

Hati mulai rapuh

Ditemani malam yang kian membisu

Berselimutkan sepi yang mencekam

Dibalut lelah,,,

Menekuri ronanya, yang kian menjelma


Diri mulai meronta

Dalam sembah sujud,

Juga dalam diamku.

Kembali kutemukan Ia

Merasuk tajam dalam sanubariku

Menusuk-nusuk kerinduanku.

Ya, aku merindu!

Dan rindu semakin menjelma

Merasuki relung sukmaku

Tak terbantahkan!


Rini,

Waktu kini menggilasmu sangat!

Merobek kisah pertemanan diantara kita

Ia yang terlanjur mendiamkanku di sini,

:seorang!

Meski asa menggiring nafsu

tuk mengenang cerita indah yang terlanjur kupahat bersamamu.

:dulu!


Rini,

Kini ku merindumu sangat

Waktu,

Ia terlalu dahsyat tuk ku hempas

Ia hanya menenggelamkanku dalam kesepian berkepanjangan

Adakah waktu tersisa tuk bersua bersamamu kini?


Aku tak kuasa,

Buliran airmata bercerai

Menampar pipiku yang terlanjur lemah

Aku terkapar,

Terkulai tanpa daya

Karena mu...

Karena aku merindumu

:sangat!



Membedah Cinta

Oleh: Yana Yan

Cinta!


Cinta…

Cinta itu…

Cinta adalah…


Cinta!


Cinta…

Aku mengenalmu sejak jiwaku terpasung

:merengkuhmu sejak mataku terbias di tempat ini

:menjamahmu sejak diri dibuai kasih sayang Ibu

:menggerusmu sejak nurani menjejaki hidupku

:menekurimu sejak hati berselimutkan rasa

:memahatmu sejak rasa tergolek dalam dada

Tak kan kubiarkan kau lenyap

Bersama hempasan angin yang terus berhembus

Karena kaulah hidupku!


Cinta itu…

: separuh jiwa!

Laksana elang yang kehilangan sebuah sayap,

Ia merasakan hidup yang sungguh pincang

Laksana bumi yang tak pernah di guyur hujan

Hidup menjadi kerontang

Laksana pagi yang mencekam, tanpa nyanyian burung, tanpa sinaran mentari

Tak ada kisah menghiasinya

Maka ia menjadi hambar

Kala cinta terpental jauh,

Separuh jiwa seolah mati

Hilang bersama terbangnya cinta


Ketika kau bertanya kepadaku tentangnya,

Maka cinta adalah…

:karunia yang menjelma pada sanubari setiap insan

Terbias berjuta makna pada lukisan hati setiap manusia

Ialah rasa yang tak pernah lelah menyelimuti qalbu

Hadir,,, tiada bosan

Namun, ego terkadang menyingkirkannya

Ialah warna yang tak pernah pudar menghiasi setiap episode kehidupan

Terbias,,, tanpa bosan

Namun, nafsu terkadang menyeretnya pergi jauh

Jauh, dan membuatnya ternoda


Cinta!

Kubiarkan sayapku terbang

Menjejaki hidup, mengais cinta yang hilang

Bersama elang

Menjejaki dunia, menikmati cinta


Selasa, 28 Juli 2009


Attention!!!
bwt aLL kaDer MCP... suKsesKan Intermediate Training (INTRA) oleh PD Kota Palopo: 3-13 september'09. "Keep hamasah!!!" jGn peRnah Lelah tuk trus menggerus kebenaran
Info lebih lanjut, Hubungi CP berikut:
Justini Abdullah(SC) : 085 255 993 324
Saputri Mulyanna (SC) : 085 255 384 212
Agusalim (Ketum PD PII Kota Palopo) : 085 242 708 117

Jumat, 19 Juni 2009

Sketsa Pendidikan Indonesia



Oleh: Yana Yan*)

“Setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.”
(UU Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5, ayat 1, 2003)

Globalisasi terus saja menggelinding, bersama waktu yang juga ikut berputar. Kemajuan demi kemajuan pun mengiringinya. Berbagai sektor berhasil dilibatkan dalam setiap perjalanannya. Satu diantaranya adalah dunia pendidikan. Motor ideology yang menjadi kunci utama perubahan sebuah bangsa.

Rabu, 27 Mei 2009

Merajut Asa Dengan Mimpi


Oleh: Yana Yan

Masa depan adalah milik mereka yang percaya pada keindahan impian-impain mereka.
(Elenor Roosevelt, Ibu Negara AS)
Memoar kehidupan terus terpasung mengiringi setiap langkah manusia. Menjejaki hari dalam setiap lembaran hidupnya. Asa, terkadang menyelimuti setiap geraknya. Hingga menjadikan hidup itu kian bermakna, kian terasa, kian berseri. Tentang asa, mungkin terdengar biasa, bahkan bukan hal yang perlu untuk diutak-atik. Tapi, tidak segampang itu. Justru yang biasa itulah yang seringkali memberikan dampak yang luar biasa. Asa bagaikan software yang harus terus dilekatkan pada diri manusia. Harus diinstal manakala suatu saat terkena virus.

Tentang Wanita




Ketika Tuhan menciptakan wanita, Dia lembur pada hari ke-6. Malaikat dating dan bertanya, ”Mengapa begitu lama, Tuhan?”
Tuhan menjawab: “Sudahkah engkau lihat semua detail yang saya buat untuk menciptakan mereka?”
“2 tangan ini harus bisa dibersihkan, tetapi bahannya bukandari plastik. Setidaknya terdiri dari 200 bagian yang bisa digerakkan dan berfungsi baik untuk segala jenis makanan.

Selasa, 19 Mei 2009

Nestapa Tak Bertuan


Oleh: Yana Yan*)

Pagi yang masih sangat buta, kumulai perjalanan itu. Namun sebelumnya, tak lupa kuberikan kecupan hangat di kening Ibu. Dan kutinggalkan ia dalam kondisi yang masih tertidur lelap. Lalu kutitipkan ia kepada kedua adikku, Rina dan Adli. Entah gimana cara Adli meyakinkan Ibu. Entah bagaimana cara Rina menghibur Ibu, setelah tahu aku tak lagi bersamanya. Ah, biarlah waktu yang menjawab semuanya. Tapi satu yang kupinta, semoga keputusanku tidak membuat segalanya menjadi kacau! Aku ingin melihat kasih, ketenangan, dan cinta membaluti keluargaku. Menyusuri sisa jejak Ayah yang sudah lebih dulu pergi. Dan sebagai anak sulung, aku tak mau menghentikan jejak Ayah. Kan kuteruskan langkahnya dalam menaungi kebahagiaan di rumah ini. Itu janjiku!
***

Minggu, 17 Mei 2009

Setitik Nadir Pra-Klinik Perdana

Oleh: Yana Yan*)

14 Mei 2009! Pertama kali terjun langsung di rumah sakit. Dan Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo, lagi-lagi ditakdirkan sebagai wilayah untuk mengajari kami, merealisasikan ilmu dari kampus seberang.. Dengan landasan utama: mengobservasi pasien. Adapun tindakan yang lainnya, itu terserah apa yang akan terjadi nantinya. Dalam jumlah yang cukup banyak, kami akhirnya disekat menjadi beberapa kelompok. Dengan ruangan yang berbeda-beda, dan tentu dengan jenis penyakit yang berbeda pula.

Kamis, 14 Mei 2009

“Refleksi Hari Perawat Se-Dunia”


Oleh: Yana Yan*)


“Selamat Hari Perawat se-Dunia!!!”
12 Mei 2009! Gegap gempita Mahasiswa Keperawatan yang bergabung dalam Aliansi Mahasiswa Keperawatan Sulawesi Selatan, pagi itu memadati penghujung barat kota Makassar, tepatnya di Pantai Losari. Perjalanan itu berawal dari sini. Dengan segenap asa dan rasa, para mahasiswa/i perawat dari berbagai instansi melemparkan senyum dan citanya buat seluruh penghuni kota Makassar. Tak lain, demi memeriahkan dan mewarnai hari Perawat se-Dunia.

Tahu apa Anda tentang ‘amanah’?

Oleh: Yana Yan*)

Amanah, lagi-lagi tentang amanah. Hampir setiap kali rapat, syuro’, ataw apapun nama perkumpulan itu, di manapun,,, tak lepas dari tema tentang itu. Tentang amanah… tentang komitmen… tentang Loyalitas…semua mengumbarnya!
Tahu apa Anda tentang amanah?

Senin, 11 Mei 2009

MENGENANG AIR MATA RASULULLAH SAW


Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. "Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.

Minggu, 10 Mei 2009

Cukup Menggelitik…!

Ass. Al. Dear Frens, berikut ini sebuah artikel dr seorang teman.... selamat membaca

Subject: [ekonomiupnvy] FW: Ternyata ....... Hidup ini sederhana That's why ..... DON'T BE too calculative in life. Ternyata... Hidup Ini Sederhana... Ada seseorang saat melamar kerja, memungut sampah kertas di lantai ke dalam tong sampah, dan hal itu terlihat oleh peng-interview, dan dia mendapatkan pekerjaan tersebut. Ternyata untuk memperoleh penghargaan sangat mudah,