must to remember:

Sejarah hanya mampu mencatat orang-orang yang menyisakan jejak dalam hidupnya. Bergeraklah...

Kamis, 20 November 2008

tak sekedar khayal

12 Juli 2008
Rabb... impianku terwujud
memandang lebih dekat gedung besar itu
bukan sebuah istana,
bukan pula gedung mewah berlantai 'tak terhingga'
tapi, itu menyisakan kemewahan tersendiri dihatiku
Senang...!!! itu pasti
UI,, kampus pilihan Indonesia berhasil ku terobos
Tentu atas izin-Mu
Lagi-lagi ku ucapkan syukur tiada terkira


12 Juli 2008
Aku melangkah, melangkah, dan terus melangkah...
Entah tersisa berapa langkah lagi
Dan akhirnya sampai!
UI....!!!kau begitu megggaahhhh!
Salut jadinya...
Harapan untuk mengukir ilmu masih tersisa
Meski ku sadar, itu tak lebih dari sebuah bayang-bayang semu
Jalan demi jalan, lorong demi lorong, terus kulalui tanpa lelah
Semangatku masih berkuasa olehnya
Aku berpikir dalam diamku
Aku tersenyum dalam khayalku
Aku mengigau dalam anganku
Aku menerawang dalam tatapanku
Aku di sini, kampus pilihan sejuta umat
Kampus impian orang-orang
UI!!!
Kemegahan bangunannya begitu menakjubkan
Tak sanggup ku membayangkannya jika ia hadir di kotaku kelak, Makassarku!
Bukan nanti, tapi skarang!!!
Besar harapan untuk memilikinya
Besar niat untuk bersamanya
Mengukir dan menggali segudang ilmu

Jakarta,,,I’m coming !!!


* 11 Juli 2008
08.00 WIB

Sepintas, aku merenung...
Menyasikan kota raksasa ini, Hebattt !!!
Refleks kata ini terucapa dalam lisanku
Ketakjubanku padanya sungguh tak bisa ku tutupi
Jauh dari lubuk hatiku, aku mengakuinya
Namun, rasa takjub itu tiba-tiba pudar
Luntur di tengah teriknya sang dewa siang yang semakin membumbung tinggi
Ada sisi lain yang secara tak sengaja tertangkap oleh mataku
Berhasil menyempurnakan kebingunganku sendiri
Hakekat kehebatannya tak lagi mampu kurasa
Jakarta selain hebat, ia juga GANAS !
Aku tak kuasa menahan kecewa
Ada rumah kumuh tak layak huni
Dengan segala kekurangan di sana, melebihi kesederhanaan di desaku
Ada pula manusia-manusia tak berakhlak, pencopet!
Dan akhirnya aku tersadar
Jakarta bukanlah surga yang penuh kenikmatan dengan segala kesempurnaannya
Orang-orangnya bukan pula malaikat,
Yang terlahir sebagai manusia sempurna
Sepertinya, aku harus memasang kedua lensa kacamataku
Bukan salah satunya saja
Biarku bisa melihat dengan sempurna
Segala sisi pun bisa kusaksikan
Aku laksana bermimpi
Skali lagi mimpiku nyata!
Mobil terus melaju
Menerobos jejeran bangunan-bangunan itu
Menjulang tinggi menggapai langit
Kudongakkan kepalaku ke atas
Jauh... nyaris tak ber-ujung
”Kau semakin kokoh saja,” bisikku
Buat apa gerangan kau tercipta?
Buat manusia-kah, sang pencari kerja?
Tapi, mengapa sang penganggur masih berserakan
Logika-ku semakin tak karuan memikirkannya
Sepertinya memang masih banyak ruang utnuk menampung mereka kan?
Tapi mengapa mereka tak jua punya ruang untuk hidup?
Ataukah kau yang terlalu pelit untuk menerima mereka?
Atau,,, kau memang tak mau lagi menerima mereka?
Tidakkah kau meras kasihan melihat mereka termakan keganasan hidup?
Tidakkah kau meras miris melihat kehidupan mereka yang semakin terjepit?

Rabu, 19 November 2008

Mengapa Harus Keperawatan?


Terkadang, aku terbentur pada sebuah pertanyaan yang cukup menggelikan bagiku: “Mengapa Harus Keperawatan?”. Aku sedih… ternyata aku sendiri tak dapat menemukan jawabannya. Hampir setahun waktu berjalan, selama itu pula aku menjadi salah satu penghuninya. Rasa denial ternyata belum jua hengkang dari memoriku. Hingga akhirnya, aku menetapkan sebuah pilihan: Kembali SPMB ulang!!(kini UMB). Semangat yang begitu membuncah untuk meninggalkan ‘keperawatan’ membuatku tak perlu mengucap kesah saat antrian panjang di depan gedung registrasi, bersama calon maba lainnya. Bayang-bayang FK selalu saja datang menghantui. Semangat itu semakin menjadi. Tepat sehari sebelum UMB terlaksana, kebimbangan maha dahsyat datang menyerang. Sebuah pertanyaan baru datang bertandang di memori kecilku: “Mengapa Harus Meninggalkan Keperawatan?”.
Malam hari yang sepi, airmataku berurai tak tertahankan. Aku membiarkan…Tak ada yang tahu. Dalam sebuah sujudku, aku mengadu pada_Nya. Sembari memohon: Tunjukkan aku jalan yang lurus, Ya Rabb!!! Aku kembali menangis sejadinya, di hadapan_Nya. Tak ada yang tahu...
Hari selanjutnya, seolah mendapat sebuah ilham semangat untuk bergabung kembali di keperawatan muncul kembali. Sementara, bayangan FK semakin memudar. Memoriku kembali merekam sempurna ucapan Mama tempo hari: Tak ada yang sia-sia dalam hidup ini. Kita hanya bisa berusaha, Tuhan yang menentukan. Dia akan selalu memberikan yang terbaik buat hambaNya. Aku kembali mengeja kalimat itu, kata demi kata. Hingga akhirnya aku tersadar, aku tidak bersyukur! Ini keputusan Ilahi, usaha maksimal tlah kujalankan. Tapi Dia punya rencana lain. Aku tak boleh membantahnya!
Hari berganti minggu, lalu berganti bulan, begitu seterusnya.

Minggu, 16 November 2008

Seluk Beluk Pengesahan UU Pornografi


Prakata
Pertengahan bulan Oktober kemarin, isu pornografi semakin gencar diberitakan di hampir setiap media seluruh tanah air. Terkhusus, tentang pengesahan RUU Pornografi. Maraknya pemberitaan akan hal tersebut seolah membuat masyarakat Indonesia kembali terhentak. Hingga akhirnya, terjadilah aksi besar-besaran di beberapa titik di tanah air. Beberapa elemen masyarakat yang tergabung dalam pihak yang Pro dan pihak Kontra atas pengesahan RUU tersebut hadir dalam aksi itu. Hasilnya, ada 2 kubu dalam ‘pertarungan’ itu.
Teriakan-teriakan : ’Tolak Pornografi!!’ sempat membahana di hampir seluruh pelosok tanah air, menuntut pemerintah mengesahkan UU pornografi. Di sudut lain, pihak yang kontra terhadap pengesahan RUU pornografi menjadi sebuah undang-undang pun tak kalah getirnya. ’Tolak Pengesahan RUU pornografi!!’, kurang lebih begitu bunyi teriakannya. Hingga terjadilah aksi saling teriak. Di sudut kanan ditempati oleh kubu yang pro terhadap pengesahan Undang-undang pornografi, di sudut kiri ditempati oleh kubu yang kontra terhadap pengesahan Undang-undang pornografi.
Hari Kamis, tanggal 30 Oktober, tepatnya pukul 13.15 WIB akhirnya tercatat sebagai sebuah sejarah baru di negeri ini. RUU Pornografi disahkan sebagai sebuah undang-undang!!! Ketukan palu itu berdasarkan hasil kesepakatan dalam Rapat Paripurna DPR yang dipimpin Ketua DPR Agung Laksono di Gedung DPR/MPR Jakarta. Meski sebelumnya telah terjadi aksi ‘tawar-menawar’ terhadap RUU tersebut. Desas-desus Pro dan Kontra akhirnya terjawab.

Mengapa Harus Dengan Pengesahan RUU Pornografi?

Tak bisa dipungkiri, memasuki era globalisasi, gejala westernisasi semakin jelas dampaknya. Aksi pornografi semakin memperlihatkan keberadaannya. Imbasnya, masyarakat Indonesia menjadi korban. Parahnya lagi, tak hanya menimpa kalangan dewasa saja, anak di bawah umur pun (red:dibawah umur 17 tahun) tak ketinggalan. Akhirnya, dampak dari pornografi tersebut semakin menjalar. Sebut saja free sex, terjadinya tindakan-tindakan kriminalitas (seperti pernikahan di bawah umur, pencabulan/pemerkosaan, dsb), meningkatnya angka pelaku aborsi, sikap konsumtif di kalangan remaja semakin tak terkendali hanya untuk memiliki VCD porno, etika semakin tersingkirkan, moralitas anak bangsa menyusut, dan masih banyak lagi dampak dari pornografi tersebut. Ironisnya, pornografi menjadi sebuah momok menakutkan. Masyarakat menjadi resah dibuatnya. Betapa tidak, korban yang didominasi oleh kaum hawa dalam usia yang masih sangat belia itu, menuntut siapa saja yang melihatnya menjadi sangat miris. Sembari mengusap dada, lalu berkata: Astagfirullah! Lantas, apa yang akan kita lakukan untuk bisa keluar dari permasalahan ini?
Kalau nasi sudah menjadi bubur, kalau telur sudah terlanjur pecah, apalagi yang akan kita perbuat selain menerima kenyataan itu? Bukankah bubur tak bisa lagi kembali menjadi nasi? Pun begitu dengan telur, tak dapat lagi kembali dalam bentuk semula kala terlanjur pecah. Nah, haruskah peristiwa itu terus terjadi?
Sebagaimana yang tercantum dalam harian umum Pelita, edisi 30 Oktober 2008, dikatakan bahwa: ”Prinsip dalam RUU ini adalah non-diskriminasi, sehingga nantinya UU ini berlaku tanpa membedakan suku, agama, ras, dan antar-golongan (SARA) serta tidak dikhususkan untuk golongan tertentu. UU ini juga akan berlaku bagi siapa saja yang ada di wilayah Indonesia serta menempatkan semua WNI pada posisi yang sama di depan hukum. RUU tentang pornografi juga menjaga prinsip kebhinnekaan. Substansinya sudah memperhatikan adat istiadat, seni budaya dan kebhinnekaan di masyarakat Indonesia.”
Sebuah referensi dalam warnaislam.com mengatakan bahwa: ”hadirnya Undang-Undang Pornografi merupakan bentuk pernyataan tegas bangsa Indonesia bahwa pornografi merupakan sebuah masalah sosial bukan sekadar masalah moral, menjamin kepastian hukum, memberikan sanksi yang bisa menimbulkan efek Jera, perlindungan terhadap warga negara terutama anak-anak. Dengan lahirnya Undang-Undang Pornografi, kita berharap Indonesia memasuki babak baru ke arah yang lebih baik.” Semoga!

Benarkah UU pornografi = Solusi ???
Setelah melihat fenomena-fenomena sebagai tumbal pornografi tersebut, kini tertanam sebuah tanda tanya besar di benak kita: Benarkah pengesahan RUU Pornografi adalah sebuah solusi?
Pengesahan rancangan undang-undang pornografi menjadi sebuah undang-undang, diharapkan bisa menjadi solusi untuk bisa keluar dari berbagai keterpurukan tersebut. Tapi, bukan berarti UU ini hanya satu-satunya solusi. Undang-undang ini adalah salah satu solusi atas masalah tersebut. Langkah selanjutnya, melakukan follow-up atas UU itu. Jangan sampai hanya tersimpan sebagai sebuah dokumen belaka, tanpa ada realisasi dari apa yang telah disepakati. Langkah awal, perlu sosialisasi dari pemerintah atas UU tersebut. Jangan sampai terjadi kesalahpahaman dalam menafsirkan isi undang-undang itu. Bukan tidak mungkin hal ini bisa terjadi. Selanjutnya, tergantung ketegasan dari pihak pemerintah dalam penerapan undang-undang ini.
Mengutip isi dari berita harian umum Pelita, edisi 30 Oktober 2008 bahwa: ”Implementasi UU tentang Pornografi, menurut menteri, akan terkait dengan sejumlah ketentuan hukum lainnya, termasuk UU No 01/1946 tentang KUHP, UU No 32/2002 tentang Penyianan, UU No 40/2003 tentang Pers, serta UU No 23/2003 tentang Perlindungan Anak. Menteri Agama mengatakan RUU Pornografi telah memperhatikan prinsip-prinsip perlindungan hukum bagi masyarakat dari dampak negatif Pornografi .Sesungguhnya RUU ini merupakan perlindungan bagi masyarakat dari dampak negatif pornografi, katanya.”
Yang terpenting, kesadaran seluruh elemen masyarakat dalam mematuhi undang-undang ini. Mengutip apa yang sering diterakkan oleh orang-orang awam: Peraturan tercipta bukan untuk dilanggar, tapi untuk dipatuhi!!!


Brownies Itu…



Minggu siang, di sebuah kafe, aku dan teman-teman SMA mengadakan acara reunian. “abaDi “ kafe tempat perkumpulan itu. Ini yang pertama kalinya sejak kelulusan kami. Lima tahun lamanya, kami nyaris tak pernah ketemu. Paling hanya satu dua orang, tidak sebanyak ini. Dan sekaranglah saatnya melepas rindu, merekam kembali kenangan indah saat sekolah dulu. Untuk sementara, kesibukan-kesibukan kuliah terlupakan.
Aku sangat senang. Maklum, selama ini aku hanya menjalin komunikasi dengan Fitri, sahabatku. Eh, pernah juga ketemu dengan Nejad di sebuah acara pernikahan. Dan belakangan baru tahu, ternyata kami sepupu-an. Ga’ nyangka sama sekali. Nejad yang selama sekolah dulu paling aku benci karena sikapnya yang over banget, ternyata saudara ‘sekian’ kaliku. Dunia memang sangat sempit! Sedangkan teman-teman yang lain…yah, paling komunikasinya cuma lewat SMS doang. Atau lewat nelpon kalau lagi kelebihan pulsa.
***
Mataku menerawang ke atas, tertabrak pada langit-langit kamarku yang sudah usang namun tak bernoda. Maklum, tadi pagi baru saja kubersihkan setelah sekian lama sarang laba-laba bergelantungan disana. Pikiranku melayang tak karuan. Malam, kini semakin larut. Perlahan sinar rembulan tak lagi menyelimuti bumi. Deru kendaraan yang gemar berlalu-lalang di jalan depan rumahku perlahan semakin sepi. Beberapa menit kemudian, sayup-sayup kudengar pentungan berbunyi 12 kali. Aku yakin, pentungan itu berasal dari Pos Kamling di seberang sana. Ya, tanpa kusadari aku menghitungnya. Hari, kini berganti hari. Pasti orang-orang akan semakin terlelap dengan mimpi-mimpinya. Pun begitu dengan Ayah dan Ibu, mereka pasti sudah tak sadarkan diri. Apalagi Retno, saudara tunggalku yang hanya berselisih 3 tahun dengannya, sejak tadi dia sudah merangkul guling kesayangannya di sampingku. Sementara aku, jangankan tidur, sekedar memejamkan mata saja rasanya teramat sulit kulakukan.
Wanda, tak sepantasnya kamu bertindak sprti itu di depan Ayya. Dia hanya seorang manusia, tempat khilaf & kekurangan berlabuh. Sama seperti kita. So, jgn pernah memelihara dendam di hati kita. Toh kita jg pasti prnah mengukir kesalahan, sama seperti dirinya. Tuhan sj Maha Pemaaf,, lalu apa yg kita sombongkan hingga tak mau memaafkan orang lain??
Begitu isi SMS dari Fitri, kira-kira satu jam setelah aku meninggalkan acara reunian tadi. Hatiku semakin tertusuk tajam. “Bukan karena Ayya, Fit. Tapi….Brownies itu!!!” aku berucap lirih. Tak terasa, buliran air mataku tak terbendung lagi di pelupuk mataku, tumpah tak terkendali. Akhirnya, benteng pertahananku kembali runtuh. Berusaha kutegarkan diriku, tapi tetap tak berhasil. Aku tak berdaya. Kesepian malam semakin membuatku larut dalam kesedihan yang berkepanjangan. Aku menyerah,,,
Kejadian tadi sore masih menyisakan cerita dalam ruang khayalku, yang akhirnya memaksa memori kecilku untuk merekam sempurna kenangan pahit 2 tahun lalu. Padahal, sekian lama aku telah berusaha untuk bisa melupakannya. Dan hari ini, bayang-bayang itu semakin menghantui, kembali menikam pikiranku sendiri. Aku pun tak dapat menolak, sosok Maya memenuhi seluruh ruang ingatku. Kembali membangunkanku dari tidur lelapku. Tidur yang berhasil membuatku melupakan kejadian naas itu.
Di sebuah pagi yang sangat cerah, namun ternyata tak seindah mentari dipagi itu. Satu kejutan yang tiba-tiba menghampiriku, sebagai garis awal petaka itu. Semula, aku sangat senang. Aku mencapai puncak kebahagiaan, yang kemudian membuatku terperangah bukan main, dengan mata terbelalak, dan mulut menganga lebar. Sebuah mobil berwarna biru muda terparkir asing di garasi samping rumahku, persis belakang mobil Kijang milik Ayah. Awalnya aku berpikir bahwa mobil itu milik teman Ayah, tapi ternyata bukan. Cek per cek, ternyata mobil itu adalah kado di hari ulang tahunku itu. Ternyata mereka masih ingat denganku, putrinya yang tercinta, meski mereka selalu dirundung kesibukan yang sungguh luar biasa padatnya. Kurasakan kesenangan yang membuncah tak terkendali. Membuatku tak sanggup lagi berkata-kata. Bukan hanya karena mobil itu, tapi perhatian Ayah dan Ibu padaku….kasih sayangnya! Oh My God!!! Ciuman dan pelukan hangat pun kuberikan pada mereka, Ayah dan Ibu.
Ternyata, garis kebahagiaanku terhenti sampai disitu. Kala itu, kebetulan aku dan teman-teman se-Gank sudah ada planning untuk nonton bareng di Studio 21 Mall Panakkukang. “Film Nagabonar Jadi 2” menjadi pilihan kami. Meski sebelumnya, kami harus melakukan musyawarah demi mendapatkan hasil mufakat. Istilah dalam kamus kami, “rapat keputusan”, telah menjadi kebiasaan dalam kehidupan gank kami sebelum mengambil sebuah keputusan . Sore itupun tiba. Aku berniat menjemput mereka dengan mobil baruku. Sekalian sebagai ajang perkenalan. Ayah dan Ibu setuju-setuju saja dengan niatku itu. Mereka sudah yakin dengan kemampuanku mengendarai mobil di tengah kota. Sebelum Kak Dedi berangkat ke Jepang, beliau sudah mengajarku mengendarai mobil. Meski awalnya, aku sangat takut tapi lama-lama akhirnya ketagihan juga. Aku bahkan sudah beberapa kali mengantar Ibu ke tempat kerjanya kalau Ayah lagi keluar kota.
***
Niat baikku ternyata disambut baik oleh semua teman-teman seGank-ku. Maya apalagi, katanya dia tak perlu lagi mengeluarkan duit untuk naik Pete’-Pete’ (baca: Angkot) ke manapun dia pergi. Aku pun bahagia bisa berbagi kesenangan dengan teman-temanku. Dua jam berlalu. “Film Nagabonar Jadi 2” sudah kami santap habis. Saat kami keluar dari bioskop pun, kekocakan film itu masih menyisakan tawa diantara kami. Hingga, secara tak sadar kami mencuri ucapan Bang Naga (Dedy Miswar) dalam film itu: ‘Apa kata dunia??!!!’. Derai canda dan tawa semakin menghiasi perjalanan kami menuju kafe Chocolatoz, tempat mangkal kami. Boleh dikata, kafe itu telah menjadi tempat persinggahan kami tiap kali pulang kampus. Bahkan tak jarang, kami melakukan rapat internal di kafe itu. Sedikit lagi, bisa-bisa kafe itu menjadi sekret kami. Maklum, suasana di kafe itu sungguh sangat nyaman. Selain murah, kafe itu sungguh sangat bermoral di mata kami, beda dengan kafe-kafe lainnya. Bagi pengunjung tak berpakaian rapi alias berpakaian ala preman, sangat dilarang masuk, bebas rokok, dilarang membawa senjata tajam masuk ruangan, apalagi membawa obat-obat terlarang. Pokoknya
securitynya sangat disiplin. Jadi wajar saja, pengunjung kafe itu sudah pasti rapi-rapi dan yang paling penting lagi pengunjungnya adalah orang baik-baik. Bayangkan saja, security itu memeriksa setiap pengunjung yang ingin masuk, kecuali kami. Hampir semua karyawan di sana telah mengenal kami. Bahkan pernah kami dikasih gratis makan. Katanya biar kami semakin rajin nongol di situ.
Udara panas yang sempat menyelimuti kota Makassar memaksa kami untuk memesan Es teler sore itu. Baru kali ini kami memesan makanan yang sama, biasanya tak ada satupun diantara kami yang memilih jenis makanan yang sama. Alasannya, biar kami bisa saling mencoba makanan yang satu dengan yang lainnya. Terkadang, makanan siapa saja yang dianggap enak biasanya akan disantap bareng. Imbasnya, makanannya pasti akan cepat habis.
“Btw, aku mau nagih janji nih!” aku memulai perbincangan itu, membelah kebisuan diantara kami, karena sibuk melahap esnya masing-masing. Tanpa ada yang mengomando, wajah mereka terangkat. Semua mata tertuju padaku. Untuk meningkatkan kadar penasaran mereka, aku langsung saja tunduk, dan kembali melahap Es telerku.
“Janji apa sih, Wan?” Umma mulai memuntahkan pertanyaan padaku, tanda penasarannya belum hilang.
“Iya Wan. Siapa yang punya janji. Kayaknya saya tidak deh.” Uswah yang duduk disampingku pun berkomentar. Selanjutnya terjadi aksi tatap-menatap diantara mereka. Sementara aku kembali meneruskan makanku.
“Ada yang mengaku pernah berjanji padaku untuk memberikan makanan kebangsaanku tepat saat aku berusia 20 tahun?” aku berucap tanpa mengangkat wajahku sedikitpun ke arah mereka. Pura-pura sibuk mengunyah buah yang ada di Es teler itu. Tak perlu lagi kujelaskan kepada mereka apa itu makanan kebangsaanku. Toh mereka sendiri bakal tak ada yang bertanya lagi apa itu makanan kebangsaanku. Aku bahkan sudah dijuluki Mrs. Brownies. Adikku Retno, bahkan ikut-ikutan manggil aku dengan julukan itu. Tak apalahhh…
Lama, tak ada yang berkomentar. Sepertinya mereka lagi sibuk beradu perang dengan pikirannya masing-masing. Mencoba menguras abis ingatannya. Dan akhirnya,,,
“Ooww,,,sepertinya pemilik janji itu aku deh. 2 tahun lalu kalo nggak salah ingat ya, Wan?” akhirnya Maya mengakui. Beruntung Maya tak mengidap penyakit amnesia. Dia masih saja melayangkan tatapannya ke arahku. Aku tahu betul, Maya adalah sosok manusia yang sangat tidak tenang kalo janji-janjinya belum dia tepati. Apalagi kalo ber-utang. Paling lama, dia ber-utang 3 hari. Kalo uang kirimannya sudah ada, pasti dia langsung mengalokasikannya ke orang-orang tempat dia ber-utang.
“Mmm,,Ohh ternyata Maya pemilik janji itu. Maybe!!! Maybe Yes, Maybe No,” cepat-cepat kujawab pertanyaan Maya, sebelum tatapan itu berubah menjadi titik hipnotis. Aku menjawabnya enteng, membuat yang lain semakin bengong.
“Yup, aku yakin. Akulah pemilik janji itu. Hampir aja lupa, untung Wanda kasih ingat. Tenang saja, habis ini, aku akan terbang ke toko seberang membeli kue kebangsaan Nona Wanda,” kata Maya sambil memicingkan matanya ke arahku, lalu trsenyum tipis, manis sekali. Aku tak menyangka, Maya bakal secepat itu ingin menebus janjinya. Setelah melahap habis Es telernya dan yakin bahwa tidak ada lagi yang tersisa, dia akhirnya bangkit. Lalu kemudian menyalami kami satu per satu. Ini diluar kebiasaan Maya. Biasanya dia langsung nyerocos pergi tanpa bekas.
“Doakan, semoga aku bisa berhasil menebus janjiku dan mendapatkan makanan kebangsaan Nona kita yang satu ini,” begitu katanya sebelum pergi meniggalkan kami, menuju toko Birth-cake di jalan seberang sana. Sebelumnya, mereka menatap kami satu per satu secepat kilat, lalu memamerkan cium jauhnya kepada kami. Dasar…!!!
Kami akhirnya melepas kepergian Maya, tanpa seorang pun yang menemani. Dinding kafe yang terbuat dari kaca bening membuatku merasa leluasa menyaksikan segala yang terjadi di luar sana. Ketika Maya sudah memasuki toko kue itu, mata kami akhirnya kembali ke posisi semula, tertuju pada semangkuk Es teler yang sebentar lagi akan habis.
“Kasihan juga si Maya, pergi beli kue sendiri!” aku berkata lepas, tanpa berharap komentar dari mereka.
Lima menit kemudian, akhirnya Maya keluar juga dari toko itu lengkap dengan jinjingan kantong berwarna putih di tangan kanannya. Hatiku bersorak. Betapa tidak, sebentar lagi aku akan bertemu dengan makanan kebangsaanku. Memang rasanya tidak afdhal bagiku kalau seminggu saja tak mencicipi Brownies itu. Tatapanku terus tertuju pada setiap langkah dan gerakan tubuh Maya. Aku berharap-harap cemas menanti kedatangan Browniesku tersayang. Bayangan si Coklat manis terus menari indah di memoriku. Tiba-tiba,,,
Brukkk…!!!! Plakk…!!!!
“Hahhh…!!!” aku terhentak. Bayangan si Coklat manis menghilang. Mulutku menganga lebar bagai buaya kelaparan, menyaksikan pemandangan kelam di hadapanku. Maya tertabrak..!! Sebuah mobil Kijang Silver tak kuasa mengendalikan mobilnya. Aku melihat jelas Maya merasa sangat kebingungan yang sudah terlanjur berada di tengah jalan. Antara maju atau mundur. Teriakanku membuat semua orang yang ada di dalam kafe itu kaget. Termasuk ketiga temanku. Aku tak peduli. Kepanikanku memaksaku berlari mendekat ke jalan itu, tempat Maya ditabrak. Ketiga temanku mengekor.
Semakin mendekat, semakin berat rasanya kaki ini kulangkahkan. Kantongan putih yang dijinjingnya tadi berubah menjadi merah. Brownies kini terpotong dengan sendirinya, sebagian berada di dekat mulut Maya, yang lain tersebar jauh di tengah sana. Airmataku meluap melihat kondisi Maya yang sungguh menyayat hati. Ia meringkih sejadinya, lalu akhirnya tak sadarkan diri. Aku, dan ketiga temanku tak kuasa menahan tangis kala tubuh mungil Maya yang terbalut darah diangkat masuk ke mobil Ambulans. Lumuran darah di sekujur tangan dan kepalanya cukup menjadi symbol tentang kondisi Maya yang sedang kritis. Derai tawa kini berganti duka. Berkas bahagia dan kesenangan tiba-tiba menghilang.
Memasuki ruang UGD sebuah Rumah sakit ternama di kota Daeng ini, Maya tlah tiada. Nyawanya melayang dihempas angin malam. Tiada pernah kami duga sebelumnya. Si Pemilik janji itu rela meninggalkan kami. Tak ada yang mengira, salaman dan cium jauh dari Maya adalah wujud permohonan izinnya kepada kami. Tak ada yang menduga, kesenangan yang terhimpun saat acara nonton tadi adalah perkumpulan terakhir bersamanya. Bahkan tak pernah terbaca dalam pikiran kami, tatapan Maya tadi sore seolah ingin menyampaikan ucapan perpisahannya kepada kami. Kami terlalu bodoh untuk membaca gelagat aneh yang Maya tunjukkan kepada kami tadi sore.
“Kalau saja aku tak menagih janji itu. Kenapa aku membiarkan ia pergi seorang diri??!!” aku berteriak lemah, duduk tertunduk di kursi pojok lorong UGD itu, menyesali tindakan yang kulakukan kepadanya. Berkali-kali kuhujat diriku, tanda penyesalan yang teramat sangat. Bahkan aku tak mampu memaafkan diriku sendiri. Sebentar lagi, mayat Maya akan keluar, tertutup kain putih. Tak ada lagi si Penepat Janji. Tak ada lagi wajah lugu dan manis menemani perjalanan hidup gank kami. Rasanya begitu singkat untuk merasakan kebahagiaan hidup bersamanya. Berulangkali Uswah, Umma, dan Anti mencoba menenangkanku. Tapi tetap saja, penyesalan semakin bertubi menusuk-nusuk dadaku. Aku pun sesak. Sesak oleh perbuatanku sendiri. Kebahagiaan yang meluap-luap sejak pagi tadi, kini berakhir tragis dengan kepergiannya. Mengapa harus nyawamu yang menjadi taruhan atas Brownies itu? Mengapa kehilangan dirimu yang menjadi kado di hari ultahku? Mengapa perayaan hari jadiku kuawali dengan tindakan konyolku? Setumpuk pertanyaan terlontar dari mulutku. Aku tak kuasa menahan sedih.
Aku kembali teringat oleh isi SMS dari Maya tadi subuh, sebelum aku terbangun dari tidurku. Ternyata SMS itu adalan pesan terakhir darinya...
Apa kamu tahu hubungan antara 2 biji mata? Mereka berkedip bersama, bergerak bersama, menangis bersama, melihat bersama, dan tidur bersama…Meskipun mereka tidak pernah melihat antara satu sama lain. Persahabatan seharusnya seperti itu. Kehidupan bagai neraka tanpa sahabat. Sahabat adalah dia yang menghampiri ketika orang lain menjauh. Karena persahabatn itu seperti tangan dengan mata. Saat tangan terluka, mata yang menangis. Dan saat mata yang menangis, tanganlah yang menghapusnya
***
Buliran air mataku kini semakin mengalir deras membasahi pipiku. Sejak itu, kehadiran Brownies akan menambah luka sukma untukku. Memoriku pasti dengan sangat cepat merekam kembali peristiwa naas yang terjadi 5 tahun lalu. Makanya, aku sangat membenci si Coklat manis itu. Melihatnya, akan menambah kebencian pada diriku sendiri. Hentakan jarum jam terasa semakin terdengar di tengah kesepian malam ini. Malam semakin larut, namun mataku tak jua ingin terpejam.
“Fit, seandainya kamu tahu tentang Brownies itu...!!!” aku bergumam.
Tak seorangpun dapat kembali ke masa lalu untuk memulai awal yang baru, tapi setiap orang dapat memulai hari ini untuk membuat akhir yang baru…