must to remember:

Sejarah hanya mampu mencatat orang-orang yang menyisakan jejak dalam hidupnya. Bergeraklah...

Minggu, 23 November 2008

TV, Sebuah Alternatif menuju Kebobrokan Bangsa*)




”Tak penting seberapa banyak kesempatan yang kita miliki. Yang terpenting, seberapa banyak kesuksesan yang kita toreh dari setiap kesempatan yang kita punya...”


Kemajuan dunia teknologi kini semakin nyata. Tak bisa dipungkiri, kita hidup dalam era informasi. Setiap hari kita basah kuyup oleh guyuran media yang tiada henti. Informasi-informasi di belahan dunia manapun kita sabet. Gambar, suara, gagasan, dan sensasi membombardir kita dengan kecepatan cahaya. Terkadang sebelum kita mencerna semua informasi yang baru kita terima, kita sudah diterpa oleh badai gagasan baru yang lain.
TV, sebagai salah satu media turut berperan andil atas penyebarluasan informasi itu. Serbuan pesan terus menyerang kita (kita yang menontonnya). Segala bentuk berita ditayangkan disini. Harus diakui, kini TV memiliki pengaruh luar biasa terhadap masyarakat. Aneka tayangan yang dihadirkan kepada masyarakat baik itu berupa informasi, hiburan, hingga tayangan klenik, tampaknya sudah menjadi "kewajiban" untuk ditonton. Dengan kesempurnaan TV ini, wawasan kita semakin bertambah. Pun menjadi solusi untuk menghadapi dunia globalisasi yang semakin terbuka lebar. Sehingga kita tak lagi harus menganga kebingungan atas segala perkembangan yang terjadi.
Siapa pun, tua, muda, hingga anak-anak menjadikan televisi sebagai bagian dari denyut nadi hidup keseharian. Rasanya hampa jika sehari tidak menonton TV. Apalagi, pada zaman serba instant ini, masyarakat kita yang sudah rentan karena himpitan hidupnya yang berat, media televisi adalah salah satu pelipur lara dari beratnya beban hidup.
Di lain pihak, kita tak bisa menyangkal. Ada efek samping yang ditimbulkan atas kekuasaan TV itu. Pelajar, sebagai pemegang tongkat estafet perjuangan bangsa tak luput darinya. Pelajar yang sebagian besar masih dalam kalangan remaja menjadi korban atas kekuasaannya. Remaja, telah menjadi kelompok target utama bagi media. Mengapa? Karena mereka adalah kelompok pembeli yang amat besar. Kalangan rintis dengan rakus mengantisipasi berapa keuntungan yang bisa mereka keruk dari suatu produk yang menjadi idaman para remaja. Mereka didikte tentang apa yang harus dimainkan, dikenakan, bahkan apa yang harus dimakan. Para perintis itu bahkan sangat jeli melihat apa saja yang menjadi ngetrend pada saat ini. Ironisnya, remaja-remaja banyak yang menghabiskan jutaan rupiah setiap tahun untuk sekedar membeli kaset/VCD, menonton film, menghadiri konser, dan yang paling sering menghabiskan uang hanya untuk mengoleksi pakaian. Mereka menonton TV berjam-jam. Itulah sebabnya mengapa mayoritas iklan yang berorientasi remaja bisa ditemukan pada TV. Sasaran bagi para raksasa industri ini adalah memperoleh keuntungan besar pastinya. Keuntungan inilah menjadi prioritas utama buat mereka. Moral pun dijadikan sebagai tujuan sekunder. Baik atau tidaknya tayangan yang mereka buat, itu urusan belakang.
Sebuah pertanyaan: ”Pernahkah kita merenungkan dampak media terhadap kita?” Hal ini menjadi sesuatu yang kontroversial pada saat ini. Para orangtua dan pendidik pada khususnya, prihatin atas bahaya pengaruh media terhadap anakpada umumnya, bagi mereka pelajar pada khususnya. Memang, tidak bisa dikatakan bahwa semua media bagus ataupun jelek. Pada satu sisi, media memungkinkan kita menjelajahi suatu dunia yang indah penuh dengan kesenangan dan penemuan. Sebaliknya, ada suatu dunia media yang bersifat negative dan menjerumuskan, penuh dengan pesan-pesan merusak yang dipercayai sebagian orang yang melihatnya (red: menontonnya).
Tak bisa dipungkiri, meminjam pandangan Linda Ellerbee, aktivis media literacy, dalam Parents, Kids, and Media (2005), di era televisi sebagai bentuk sentral komunikasi, keluarga memosisikan televisi sebagai pengasuh, guru, kawan, sekaligus orang tua bagi anak-anak. Itulah posisi televisi yang begitu kuat dan perkasa membentuk alam pikiran anak. Celakanya, sedikit anak yang dilatih untuk "melek" (kritis) terhadap media televisi.
Ida Ayu Wesnawiti (dalam Koran Tokoh, 26 Februari 2006) mencoba menguraikan dampak yang ditimbulkan dari tayangan kekerasan di televisi yaitu berupa peniruan terbentuknya sikap/karakter terhadap apa yang disaksikannya. Sesudah itu muncullah penyakit-penyakit sosial seperti pornografi/pornoaksi, dan perilaku-perilaku kriminal.
Berbagai tayangan televisi yang demikian sadis atau sarat dengan muatan kekerasan dapat mengakibatkan trauma bagi sebagian orang, begitu cerita Prof. Dr.dr. Ketut Suryani (Bali Post, 1 Mei 2004). Lebih jauh ia menyatakan bahwa dampak tayangan televisi bagi anak-anak di bawah umur 12 tahun yang terlalu banyak menonton, menyebabkan mereka kurang peka terhadap lingkungan. Televisi dapat juga melumpuhkan nilai-nilai dan konsep konstruktif dengan berkembangnya kebingungan soal seks.
Dampak negatif tayangan televisi sangat dirasakan bagi anak-anak pelajar. Menjelang malam mereka sering lupa belajar karena tergoda tayangan film kartun atau acara lain yang sebenarnya dirancang bukan sebagai tontonan anak-anak. Ia seperti sudah kecanduan, setiap pulang sekolah langsung mencari remote control dan mencari acara kesayangannya.
Solusi Menghadapi Pelajar Pecandu TV
Persoalan mendasar yang kita hadapi sekarang tentu saja menyangkut alternatif jalan keluar guna mengatasi permasalahan dan berbagai dampak negatif yang ditimbulkan dari acara-acara tayangan televisi yang kurang mendidik. Resep yang dianggap paling ampuh dalam pencegahan dan penanggulangan bahaya nonton televisi adalah semakin memperkuat daya tahan keluarga (jangan mudah terpengaruh terhadap tayangan-tayangan terutama yang bersifat destruktif).
Banyak hal yang dapat kita lakukan agar tidak dapat terjerumus ke dalam orang-orang pecandu nonton TV. Berikut contohnya :
1. Pergi ke perpustakaan atau ke toko buku terdekat. Biasakanlah diri kita untuk membaca buku. Bila sempat, sisakan waktu setiap hari. Hal ini akan menjadi kegiatan yang sangat bermanfaat bagi kita. Selain menghindarkan diri untuk menonton secara berlebih, kita juga bisa menambah wawasan. Banyak informasi yang bisa kita peroleh dari buku tanpa ada efek samping yang membahayakan.
2. Bercocok tanam. TV menjauhkan kita dari alam. Padahal banyak hal yang bisa diajarkan oleh alam, dan tentu tidak bisa didapatkan dari menonton TV. Dengan belajar bercocok tanam, kita bisa mengetahui banyak banyak hal. Mulai membuat taman bunga sendiri, atau bahkan 1 pot saja. Dengan ini kita bisa belajar makna tumbuh dan bertanggung jawab. Jadi setiap kali menyiram bunganya di pagi hari, kita akan ingat bahwa tanaman, seperti kita semua itu mulai dari benih, tumbuh, berkembang dan kelak layu dan mati. Dan selalu perlu air dan matahari!
3. Melihat awan. Aneh? Mungkin. Karena kita tidak dibiasakan menikmati langit. Atau kita biasa hanya terpaku dengan indahnya bintang-bintang di malam hari. Padahal awan itu hampir selalu ada, selalu bergerak dan kadang-kadang membentuk hal-hal yang unik, seperti kuda nil, atau pesawat terbang. Kadang mereka bisa melihat 1 awan tapi dengan 2 bentuk yang berbeda. Kita juga bisa mengajaknya membuat puisi tentang awan. Atau biarkan mereka mengarang cerita tentang apa kira-kira rasanya bila kita bisa hidup di awan. Hal ini bisa memicu daya imajinasi dan kreativitas.
4. Jalan-jalan Jalan-jalan itu mudah dan murah. Tidak perlu banyak mengeluarkan uang. Jalan-jalan ke rumah teman atau sekadar berkeliling lingkungan rumah saja untuk menyapa tetangga. Kita juga bisa berjalan-jalan ke taman kota dan membuat piknik atau sekadar bermain di sana. Jalan-jalan itu baik untuk tubuh karena bisa menurunkan tekanan darah dan resiko terkena penyakit jantung. Dan yang lebih menguntungkan, jalan-jalan juga bisa mengurangi berat badan. Jalan-jalan juga bisa menenangkan pikiran dan melepaskan stres. Karena dengan berjalan, otak melepaskan zat yang bisa meringankan tekanan pada otot serta mengurangi kecemasan. Jalan-jalan juga bagus untuk lingkungan. Kalau kita lebih sering berjalan dari pada menggunakan transportasi bermesin, kita bisa menghemat 7 milyar gallon bensin dan 9.5 juta ton asap pembuangan kendaraan bermotor pertahunnya. Bayangkan!
5. Mendengarkan radio atau membaca Koran/ majalah. Anak sekarang sudah jarang sekali mendengarkan radio, apalagi membaca koran. Padahal mungin mereka bisa mendapatkan informasi yang tidak kalah banyaknya dibanding mendengarkan berita di TV. Radio bisa melatih anak untuk mendengarkan dengan baik dan koran bisa mengajak anak untuk menambah wawasannya tentang dunia.
6. Berolahraga Kadang kata olahraga terdengar berat, tapi setelah dilakukan biasanya menyenangkan. Selain jalan-jalan, bersepeda dan berenang, masih banyak lagi olahraga yang bisa dilakukan bersama keluarga. Kalau mau yang sederhana, main badminton adalah pilihan tepat. Kalau mau yang lebih menantang, pergi water rafting! Kegiatan ini menjadi ajang untuk me-refresh kepenatan otak kita. jadi, tidak perlu dengan menonton TV.
7. Bakti sosial. Kita sering lupa untuk memerhatikan orang-orang di lingkungan sekitar yang tidak seberuntung mereka. Ajak teman-teman untuk bersama-sama membersihkan rumah dan lemari pakaian dari barang-barang yang tidak lagi digunakan tapi masih bagus dan layak pakai untuk disumbangkan ke panti-panti asuhan di sekitar rumah. Atau bersama teman-teman tetangga membersihkan masjid, dan banyak lagi.
8. Rapikan rumah dan halaman. Biasanya yang ini adalah tugas pembantu rumah tangga. Tidak ada salahnya untuk memperhatikan tempat tinggal kita sendiri. Karena pembantu tidak selalu ada untuk melayani (kalau toh ada pembantu). Ingatlah, bahwa pembantu disebut demikian karena tugasnya memang ’membantu’ hal-hal yang kita tidak bisa kerjakan. Bukan sebaliknya. Dengan demikian kita akan belajar untuk bertanggung jawab dan lebih menghargai orang lain. Lagipula, tinggal di lingkungan yang rapi dan bersih itu sehat dan menyenangkan bukan?
9. Ikut les. Isilah waktu luangmu dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat. Salah satunya dengan mengikuti les. Pelajaran di sekolah hanya melatih otak kiri. Jangan lupa untuk melatih otak kanannya. Ikutilah les yang menarik dan sesuai dengan bakat kita. Mulai dari les musik dengan piano, gitar, biola atau drumnya, atau les menari mulai dari tarian daerah, tarian modern dan ballet, atau les-les lainnya. Tapi ingat, jangan sampai les-les ini menambah beban belajar yang sudah menumpuk di sekolah. Pastikan kita tetap mendapatkan waktu yang cukup untuk istirahat.
10. Bercengkrama dengan keluarga. Nah ini yang mahal. Karena penelitian mengatakan bahwa 54% anak berusia 4-6 mengaku lebih senang menonton TV daripada bermain dengan ayahnya. Para orangtua juga mengaku bahwa mereka hanya menghabiskan sekitar 40 menit perhari untuk melakukan percakapan yang berarti dengan anaknya. Kedekatan dengan keluarga tidak bisa dibeli. Jangan biarkan televisi mencuri lagi waktu kita untuk keluarga yang memang sudah tinggal sedikit sekali karena terpotong aktivitas sehari-hari.
11. Belajar Sebetulnya apapun yang kita lakukan merupakan pembelajaran. Jadi belajar itu bukan hanya lewat buku. Belajar hal-hal baru yang belum kita ketahui. Belajar naik motor atau membuat sarang burung dari kayu misalnya. Belajar menjahit, belajar main basket, dan sebagainya.
12. Mengerjakan keterampilan tangan. Banyak buku sekarang yang mengajarkan membuat keterampilan tangan, sehingga kita bisa melakukannya secara otodidak. Keterampilan tangan bisa dalam bentuk bermacam ragam, mulai dari meyulam, melukis, sampai membuat bunga dari sabun mandi.
Dengan demikian, banyak hal yang dapat kita lakukan untuk mengisi waktu kosong kita dengan hal-hal yang positif, tapi tidak dengan menonton.
Life is choice! Hidup memang sebuah pilihan. Begitu banyak pilihan di depan mata. Namun, keputusan tetap di tangan kita. Membiarkan TV menghancurkan moral bangsa, atau mencari alternatif lain untuk menyelamatkan moral bangsa. Jangan pernah terperdaya oleh segala rayuan dan bualan sebuah benda kecil bernama TV. Mari kita taklukkan! Tunjukkan kedewasaan kita dalam menyikapinya.

*) A. Saputri Mulyanna,
Dikutip dan diolah dari berbagai sumber, untuk dimanfaatkan sebagaimana mestinya (Hasil Revisi makalah Intermediet Training PII Sul Sel)

Tidak ada komentar: