must to remember:

Sejarah hanya mampu mencatat orang-orang yang menyisakan jejak dalam hidupnya. Bergeraklah...

Rabu, 21 Desember 2011

18-11-2011, 11:27 @ Unit Luka Bakar RSWS Makassar



Kusempatkan menuangkan cerita yang baru saja terjadi, di tengah kesibukan yang masih terus mengalir. Ya, saat ini, saya sedang memanfaatkan waktu luang untuk mengerjakan bahan ujian Refleksi Kasus, yang akan diujiankan ntar sore.
***

Hari ini, adalah pertama kalinya saya merawat pasien di ruang ini; Unit Luka Bakar. Meski sebelumnya sudah beberapa kali masuk di ruangan ini. Tapi hanya sekedar menampakkan diri; menyapa teman yang lagi dinas di sini. Sekitar pukul 07.40 tadi pagi, saya sudah stand-by di ruangan dan siap melakukan tindakan keperawatan. Karena ruang ini khusus untuk pasien Luka Bakar, ya tindakannya tentu tidak jauh dari tindakan mengganti perban, atau membersihkan luka Klien. Sebagai konsekuensi dari pertemuan perdana di sebuah ruangan, seperti biasa, saya mulai masuk ke dalam ruangan Klien sambil mengobservasi sendiri semua yang terdapat di sana. Dari alat-alat yang telah stand-by, hingga mengenal secara jauh pasien-pasien yang terbaring tak berdaya di atas ranjangnya masing-masing. Hari ini, ada 5 Klien di ruang ini. Ya, semua adalah pasien luka bakar tetunya. Tapi gejala yang ditampakkan tentu berbeda-beda. Akan kuceritakan satu per satu. Di ujung sebelah kanan, seorang Nenek telah duduk siap untuk diganti perbannya. Beberapa perawat senior telah mengelilinginya, tentu dengan berbagai alat dan perlengkapan di sekitarnya. Luka di badan Nenek itu tampak sudah mulai mengering. Kata Ibu yang disebelahku (anak dari Nenek ini), katanya Si Nenek habis terkena semburan kompor gas. Sambil terus mencoba beradaptasi di ruang baru ini, saya membantu perawat yang lain untuk membalut luka Nenek. Sekitar 20 menit berlalu, kami kemudian beralih ke pasien di sebelah kanan Nenek tadi. Seorang Pemuda (umurnya sekitar 28 tahun). Tampak luka pada tubuhnya yang lebih luas dibandingkan dengan luka pada Nenek tadi. Lukanya dari bagian dada menjalar hingga paha dan betis Klien, termasuk pada lengan kirinya. Untuk pasien ini, saya tidak begitu berpartisipasi. Sudah ada perawat yang sebelumnya telah stand-by, hampir bersamaan pada saat saya merawat Nenek tadi. Maka, saya bersama 2 perawat lainnya pun beralih ke pasien di tengah sebelah kiri. Seorang remaja laki-laki (sekitar 18 tahun). Tampak balutan perban di seluruh kaki kirinya, dari paha hingga ke kaki bawah. Dan beberapa tempelan kasa lainnya di kaki kanan dan bagian ketiak Klien. Anak itu terus meringis menahan rasa sakitnya. Wajah cemberut terus menghiasi wajahnya sejak tadi saat saya memasuki ruangan ini. Setelah semua perlengkapan lengkap, kami pun mulai melakukan tindakan. Mula-mula, membuka balutan yang meliliti kaki kiri Klien. Selapis demi selapis. Berkali-kali anak ini menjerit saat kami melepas balutannya. Dengan sangat hati-hati, kami melepasnya, sedikit-demi sedikit. Tanda kemerahan sejak tadi telah terlihat. Hingga akhirnya, nampak luka yang masih tertutupi jaringan penyerap pus (red:nanah) yang merekat cukup kuat. Astagfirullahal’adzhim.. Ya Allah...luka itu..sakit anak ini... telah berbulan-bulan saya menghadapi berbagai luka dan sakit yang dirasakan oleh Klien, hatiku kini kembali menjerit (Ya, ini memang untuk yang kesekian kalinya). Bukan luka biasa yang telah menganga lebar di hadapanku Ya Allah. Bukan hanya dagingnya yang hancur melepuh, tapi kini telah nampak tulang tibia (red: tulang betis). Dengan jeritan yang cukup keras, anak ini terus ditenangkan oleh Ibunya. Dan kami terus melanjutkan perawatan luka dengan sangat hati-hati. Beberapa menit kemudian, alhamdulillah selesai. Namun, anak itu tetap meringis, menjerit, dan menahan tangis akibat sakit yang tak tertahankan. Sang Ibu yang sejak tadi mengelus kepalanya, pun ikut berderai air mata menyaksikan anak sulungnya mengerang kesakitan. Selanjutnya, membalut kaki sebelah kanan. Tapi, luka di sebelah ini tidak separah pada kaki kirinya. Dan sebentar saja sudah selesai. Kemudian lanjut mengganti perban yang ada di ketiak Klien. Lagi-lagi, sambil menjalankan tindakan ini, saya terus mengamati anak ini. Kasihan... itu yang menyesaki ruang pikir, bahkan telah menyesakkan dadaku, menyaksikan penderitaan anak ini. Ya Allah !!! cobaan apa lagi ini. Selain kakinya yang luka sangat parah, ternyata kedua pergelangan tangan anak ini telah diamputasi. Ya Rabb,,, sungguhkah anak ini adalah pilihan-Mu yang Engkau jamin mampu melalui cobaan-Mu? Sungguhkah anak ini adalah pilihan-Mu yang akan Engkau tinggikan derajatnya di sisi-Mu? Dalam usia yang masih sangat muda, Engkau berikan ia cobaan seberat ini? Sungguh tak ada  apa-apanya cobaan yang Engkau berikan kepadaku. Sungguh tak ada artinya penderitaan hidup yang selama ini menjeratku dibandingkan dengan Anak lelaki ini. Di hadapan anak dan beberapa orang-orang di sini, aku meneteskan air mata. Dibalik masker dan kaca mata yang kukenakan, aku menumpahkan sesaknya dadaku yang sejak tadi kurasakan. Ya, aku tak tahan. Bukan karena lukanya yang terus menganga lebar, yang cukup parah. Tapi tak tahan menyaksikan penderitaan Anak lelaki ini, bersama Ibunya yang sejak tadi juga tak sanggup menahan kesedihannya melihat Sulungnya menjerit menahan sakitnya. Cukup ! balutannya selesai. Saya keluar dulu. Menenangkan diri... (Ya Allah,,, kepada mereka yang sedang terbaring sakit, pun kepada mereka yang merasa tersakiti, berikan kekuatan, ketegaran, dan ketabahan hati Ya Rabb. Berikan kesabaran...sabarkan Ya Allah...sabarkann... Luluskan mereka menghadapi ujian-Mu. Izinkan mereka berada pada kedudukan terbaik-Mu.) Terima kasih Engkau kembali mengetuk dan menggertak mata hati ini. Terima kasih Engkau telah menyadarkan dan membangunkan diri ini. Tentang makna syukur, yang mungkin hampir terpudarkan oleh kesibukan dan aktivitas hidup.
Ya, hanya orang-orang yang menggumpal rasa syukur dalam hatinya yang dapat merasakan kedamaian dan kenyamanan hidup. Tanpa itu, hanya kegelisahan dan keluhan yang akan terungkap; sedikit demi sedikit. Maka, -sangat tidak ada salahnya-  jika kita menikmati hidup ini dengan penuh rasa syukur. Sesulit apapun kehidupan kita, sepahit apapun perjalanan hidup kita; mintalah untuk diberikan keteguhan hati, kekuatan, dan kesabaran. Mintalah untuk diberikan orang-orang yang dapat menguatkan dan membesarkan hati kita, jika memang merasa tak sanggup menghadapinya seorang diri. Sebab, setiap orang telah, sedang, dan akan menghadapi kesulitan hidupnya masing-masing. Akan menghadapi masalah hidupnya, di medan hidupnya masing-masing. Tak ada yang perlu kita keluhkan, tak ada yang perlu kita sesalkan, tak ada yang perlu kita salahkan,dan tak ada yang perlu kita hujat. Sebab, ada Yang Maha Kuasa yang Maha Mengetahui, diluar kemahatahuan kita. yang perlu kita pikirkan adalah, bagaimana cara kita menjalani medan hidup kita masing-masing, dengan penuh keikhlasan, kesabaran, dan kesyukuran, biar tetap berada pada jalur yang Dia ridhai. Bukankah keridhaan dari-Nya adalah tujuan mutlak kehadiran kita hari ini?
***
>> kembali kulanjutkan tugas persiapan Refleksi Kasus ku untuk sebentar sore. Terima kasih atas episode hidupa yang baru saja kujalani Ya Allah...

Tidak ada komentar: