must to remember:

Sejarah hanya mampu mencatat orang-orang yang menyisakan jejak dalam hidupnya. Bergeraklah...

Rabu, 07 Mei 2014

Pena dalam Dakwah: Inspirasi Kehidupan





Oleh: A.Saputri Mulyana

PROLOG
Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Ali Imran: 104)
***
Waktu yang terus terlalui mengantarkan pada sebuah analogi bahwa kehidupan ini ibarat sebuah mata uang logam. Ia mempunyai dua sisi yang saling bertolakbelakang: satu sisi menampilkan gambar, dan sisi lainnya menampilkan nilai angka dari mata uang tersebut. Tentang kapan sisi gambar itu muncul, kadang kita tidak menduga sebelumnya. Kalaupun suatu saat kita secara sengaja ingin menampilkan sisi gambar dari mata uang logam tersebut, kadang yang muncul justru sisi yang lain yang tidak diharap. Entah karena tiba-tiba terpelintir dan terjatuh, atau tersenggol oleh tangan teman, dan berbagai alasan lainnya. Jika mata uang logam itu akan menampilkan dua sisi yang berbeda, maka kehidupan ini akan hadir dengan menampilkan dua sisi yang berbeda pula. Tentang kebaikan dan keburukan. Dua sisi inilah yang kemudian akan silih berganti menemani rutinitas hidup manusia. Sama seperti perumpamaan uang logam tersebut, tidak ada yang bisa memastikan tentang kapan kebaikan dan keburukan itu hadir. Manusia, memiliki peluang untuk melakukan kebaikan dan keburukan.  Jika hari ini diri menganggap dalam kondisi iman terjaga, tidak ada yang bisa menjamin esok hari, diri masih dalam kondisi yang sama.

Sepertinya bukan menjadi cerita asing, tentang seorang teman yang dulu menjadi salah satu panutan kita dan orang-orang sekitarnya. Orang yang dianggap telah memahami keislamannya, lengkap dengan berbagai atribut yang dapat menyempurnakan anggapan itu. Beberapa tahun kemudian, kita menemuinya dalam kondisi yang nyaris di luar logika. Tidak masuk akal. Ia hadir dengan perubahan 180.  Atribut keislaman yang disempurnakan oleh kebaikan akhlaknya dulu, hanya cerita lama yang kini tergantikan dengan perubahan-perubahan yang sangat mencengangkan. Pun tentang cerita sebaliknya, tentang sosok preman yang dulu telah dianggap sebagai seseorang yang jauh dari kebaikan. Bahkan sebagian telah memvonis bahwa kehidupan sosok itu jauh dari yang namanya pahala. Jangankan menjalankan ibadah, menghindari maksiat saja sulit ia lakukan. Tapi kesimpulan itu seketika terbantahkan ketika beberapa tahun kemudian bertemu. Ia hadir menggantikan sosok panutan tadi yang telah berubah drastis. Realita yang dianggap mustahil terjadi (dengan berbagai dalih), nampak di depan mata kepala sendiri. Yang baik berubah menjadi buruk, dan yang buruk telah berubah menjadi baik. Takdir berbicara.
Cerita tersebut seolah menitipkan hikmah yang cukup penting, bahwa manusia memiliki kecenderungan untuk berbuat keburukan atau kebaikan. Kecenderungan itu akan terus hadir sebagai peluang selama hidup.  Dan tidak ada yang bisa menjamin, kita hari ini akan sama dengan kita hari esok; di luar izin dan kendali-Nya. Dalih ini kemudian menjadi salah satu alasan tentang pentingnya saling menasehati dalam kebaikan. Dalam firman-Nya pada Q.S. Al-‘Asr, yang menurut ‘Amr bin al-‘Ash yang dianggap sebagai salah satu surah yang ringkas namun sangat padat:
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih, serta saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran.”
Syeikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’adi telah menjelaskan dalam kitab Tafsir Karimirrahman, bahwa ada 4 sifat yang dikecualikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dari kerugian itu, diantaranya:
1.       Beriman kepada segala yang menjadi perintah Allah subhanahu wa ta’ala. Hal ini sebagai konsekuensi dari keimanan seorang hamba kepada Sang Khalik. Dan iman tidak mungkin tanpa ilmu. Maka ilmulah yang kemudian akan menyempurnakan keimanan itu
2.       Beramal shalih, dengan semua bentuk amal kebaikan. Baik yang wajib maupun sunnah.
3.       Saling menasehati dalam kebenaran, yaitu saling mendorong dan menyemangati untuk beriman dan beramal shalih.
4.       Saling menasehati dalam kesabaran, yaitu saling mendorong untuk bersabar dalam menegakkan ketaatan dan menjauhi larangan-Nya.
Syeikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’adi kemudian menyimpulkan, bahwa poin pertama dan kedua adalah sebagai upaya untuk menyempurnakan diri sendiri. Sedangkan dua poin selanjutnya adalah sebagai upaya untuk menyempurnakan orang lain. Demikianlah idealnya seorang muslim. Menegakkan kebaikan tidak hanya oleh dirinya, tapi juga dapat ditegakkan oleh orang lain. Mengapa ? Karena islam adalah rahmatan lil ‘alamiin; rahmat bagi segenap alam. Dan islam adalah agama risalah. Yang didalamnya terdapat berita gembira dan peringatan kepada seluruh umat manusia. Inilah yang menjadi salah satu alasan diutusnya seorang Rasul sebagai qudwah: Muhammad sallallahu’alaihi wasallam, sebagaimana yang termaktub dalam firman-Nya pada Q.S.Saba’: 28:
Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan (menjadi Rasul) untuk membawa berita gembira dan peringatan kepada seluruh umat manusia. Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”
Pernyataan itu kemudian dipertegas oleh Moh. Natsir, pendiri Masyumi, seorang da’i, cendekiawan muslim, juga politikus. Dalam bukunya, Fiqhud Dakwah, beliau menyebutkan bahwa petunjuk/pedoman/huda adalah intisari dari risalah yang dibawa oleh Rasulullah sallallahu’alaihi wasallam. Agar seluruh umat manusia dapat merasakan  kenikmatan ber-islam, sebagai agama yang diterima di sisi-Nya. Pun agar umat islam dapat menyempurnakan keislaman dan ketaqwaannya. Serta dapat menjaga nilai dan martabatnya sebagai manusia untuk senantiasa berada dalam tingkatan mulia, tidak terperosok jauh ke lembah keburukan. Inilah letak substansi dari beramar ma’ruf nahi munkar; saling menasehati untuk melakukan kebaikan dan mencegah terhadap kemunkaran. Disinilah titik fundamental bahwa dakwah itu harus ada. Ia bukan hanya sebuah tuntutan sebagai seorang muslim untuk dapat meneruskan risalah Rasul hingga berakhir kehidupan; demi menebarkan rahmat bagi seluruh alam. Tapi ia juga adalah sebuah kebutuhan. Kebutuhan agar dapat senantiasa saling memperbaharui keimanan dan ketaqwaan kita sesama muslim. Jika hari ini kita menganggap diri berada dalam zona aman yang penuh dengan nikmat keimanan, maka hak kita untuk memberikan nasehat terbaik buat saudara kita yang lain; menyebarkan kenikmatan itu. Sebab kita tidak bisa menjamin, kapan zona ini akan hilang. Berharap, jika kelak zona ini perlahan akan menjauh, ada saudara kita yang perlahan mendekatkan diri kita kembali ke zona aman ini. Tentang bagaimana agar nasehat itu bisa tersampaikan dengan baik, tentu ada berbagai macam cara yang dapat dilakukan sebagai bagian dari metode dakwah. Satu diantaranya adalah melalui pena (tulisan).
Sejarah membuktikan, bahwa pena memiliki peran yang sangat besar dalam mengislamkan kehidupan hingga hari ini. Risalah para Nabi dapat sampai pada masa kita hari ini, salah satunya melalui tulisan. Kita dapat memahami dan mempelajari sejarah hidup para Rasul, sahabat, keluarga, dan para tabi’ tabi’in, untuk selanjutnya kita temukan hikmahnya, salah satunya melalui tulisan. Kita dapat mengenal sosok tokoh-tokoh muslim terdahulu dan memaknai perjuangan hidupnya, salah satunya juga dengan tulisan. Kita dapat menelaah pemikiran terbaik para tokoh-tokoh muslim, pun karena tulisan. Dan Rasulullah sallallahu’alaihi wasallam, sebagai tokoh yang paling berpengaruh di muka bumi ini, juga tidak meninggalkan peran dunia tulis menulis dalam dakwahnya. Meskipun ditakdirkan sebagai seorang yang buta huruf, itu bukan menjadi hambatan dan penghalang. Setiap wahyu yang diturunkan kepadanya, beliau meminta kepada para sahabatnya untuk menuliskan. Hingga akhirnya kita dapat merasakan manisnya iman dan islam saat ini. Satu diantaranya, Al-Qur’an, sebagai pedoman hidup umat manusia, telah dibukukan dalam kompilasi terbaik yang begitu sempurna (dituang dalam bentuk tulisan). Dan kita bisa memahaminya hingga saat ini, padahal ia diturunkan berabad-abad yang lalu. Sejarah pun menceritakan, tentang pentingnya tulisan dalam berdakwah. Sasaran dakwah yang sangat jauh, pun dapat terjangkau. Rasulullah pernah mengirimkan surat kepada para Raja, untuk kemudian diajak beriman kepada Allah subhanahu wata’ala. Diantaranya yang berhasil masuk islam adalah raja Najasi di Habasyah (Ethiopia-Afrika). Kegiatan tulis menulis inilah yang kemudian hari dikembangkan oleh para sahabat beliau dan para Tabi’in. Menyebarkan dakwah islam ke seluruh pelosok dunia. Bahkan hampir semua ulama meninggalkan karya yang dapat dibaca dan diwariskan oleh generasi berikutnya. Hingga akhirnya sampai di tangan kita untuk kita telaah dengan baik. Dan begitulah seterusnya. Maka, hari ini adalah peluang besar bagi kita untuk meneruskan jalan dakwah itu; menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari yang munkar. Hingga kelak dapat tercatat dalam mahkamah sejarah, bahwa kita dapat tergolong ke dalam orang-orang yang meneruskan perjuangan beliau, Rasulullah Muhammad sallallahu ‘alaihi wasallam: melalui medan dakwah ini.
Pada hakekatnya, dakwah adalah menginspirasi orang lain untuk melakukan kebaikan, tanpa terbatas ruang dan waktu. Dan tulisan adalah salah satu cara untuk bisa berbagi inspirasi, tidak hanya untuk orang-orang yang hadir di sekitar kita hari ini. Tapi lebih dari itu. Tulisan, bisa menebar inspirasi kepada orang-orang berpuluh-puluh tahun kemudian, di tempat yang berbeda, bahkan meski raga kita telah hilang tertelan waktu. Karena dakwah adalah cara untuk menghidupkan kehidupan. Sehingga pena dalam dakwah adalah bagian untuk semakin menghidupkan kehidupan. Menjadikan hidup lebih bermakna. Tidak hanya untuk diri sendiri, tapi juga untuk orang lain.

MEMAKNAI DAKWAH
a.       Defenisi Dakwah
Secara etimology (bahasa), dakwah berasal dari bahasa Arab, yaitu da’ayad’u da’watan, yang berarti panggilan, ajakan, atau seruan dan undangan, atau do’a.
Sedangkan dakwah secara termonilogy (istilah), Moh.Natsir merumuskan bahwa dakwah adalah usaha-usaha menyerukan dan menyampaikan kepada perorangan manusia dan seluruh umat manusia konsepsi islam tentang pandangan dan tujuan hidup manusia di dunia ini, yang meliputi amar ma’ruf nahi munkar dengan berbagai macam cara dan media yang diperbolehkan akhlak dan membimbing pengalamannya dalam perikehidupan bermasyarakat dan bernegara.  
Ibn Taimiyah menyimpulkan bahwa dakwah adalah suatu proses usaha untuk mengajak agar orang beriman kepada Allah, percaya dan menaati apa yang telah diberitakan oleh Rasul, serta mengajak agar dalam menyembah kepada Allah seakan-akan melihat-Nya.
Penulis kemudian menyimpulkan bahwa secara sederhana, dakwah adalah upaya untuk ber-amar ma’ruf nahi munkar dengan memaksimalkan segala kemampuan sebagai wujud penghambaan kita kepada Sang Khalik, yang selanjutnya termanifestasikan dalam bentuk amalan terbaik.

b.      Keutamaan dakwah
Pada sebuah brosur serial Media Dakwah, Moh. Natsir memberikan ulasan tentang tujuan dakwah, diantaranya adalah sebagai berikut:
1)      Memanggil kita kepada syariat, untuk memecahkan persoalan hidup. Baik persoalan hidup perseorangan atau persoalan berumah tangga, berjama’ah-bermasyarakat, berbangsa-bersuku bangsa, bernegara, dan antarnegara
2)      Memanggil kita kepada fungsi hidup kita sebagai hamba Allah di atas dunia yang terbentang luas ini, yang berisi berbagai macam manusia, bermacam pola pendirian dan kepercayaannya. Fungsi ini disebut juga sebagai syuhada ‘alannaas, menjadi pelopor dan pengawas bagi umat manusia
3)      Memanggil kita kepada tujuan hidup kita yang hakiki, yakni menyembah Allah.
Dari beberapa referensi, penulis kemudian menyimpulkan tentang keutamaan dakwah, diantaranya adalah:
1)      Dakwah menjadi utama, karena ia adalah muhimmatur rusul (tugas para Nabi dan Rasul)
Tugas utama diutusnya Nabi dan Rasul adalah melakukan dakwah, menyebar kebaikan di muka bumi ini; kepada siapa pun. Hari ini, pintu kenabian dan kerasulan memang telah tertutup selama-lamanya.  Namun, kita masih dapat mewarisi pekerjaan dan tugas mulia mereka.
“Katakanlah (Hai Muhammad): “Inilah jalanku: aku dan orang-orang yang mengikutiku berdakwah (mengajak kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.”
Firman Allah dalam Q.S. yusuf:108 ini menegaskan tentang jalan dakwah yang dirintis oleh Rasulullah Muhammad sallallahu ‘alihi wasallam dan para pengikut beliau. Maka kepada siapapun diantara kita yang mengaku sebagai pengikut beliau, meneruskan estafet perjuangan dakwah adalah sebuah pilihan yang bukan untuk ditawar lagi.
2)      Dakwah menjadi utama, karena ia adalah ahsanul ‘amal (sebaik-baik amal)
Dalam firman Allah pada Q.S. Fushilat:33 dikatakan: “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang berdakwah (menyeru) kepada Allah, mengerjakan amal yang shaleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?”
Bagaimana tidak akan menjadi ucapan dan pekerjaan yang baik, sementara dakwah adalah pekerjaan makhluk terbaik; para Nabi dan Rasul. Dakwah merupakan cara untuk memelihara amal islami dalam pribadi seorang muslim dan juga kepada masyarakat sekitarnya. Sayyid Quthb rahimahullah menegaskan dalam Fi Zhilal Qur’an: “sesungguhnya kalimat dakwah adalah kalimat terbaik yang pernah diucapkan di bumi ini. Ia naik ke langit di depan kalimat-kalimat baik lainnya. Akan tetapi, ia harus disertai dengan amal shalih yang membenarkannya. Dan disertai dengan penyerahan diri kepada Allah, sehingga tidak ada penonjolan diri di dalamnya. Dengan demikian, jadilah dakwah ini untuk Allah. Tidak ada kepentingan bagi Da’i kecuali menyampaikan. Setelah itu, tidak pantas kalimat seorang Da’i kita sikapi dengan berpaling, adab yang buruk, atau pengingkaran. Karena seorang Da’i datang dan maju membawa kebaikan. Sehingga ia berada dalam kedudukan yang amat tinggi…”
3)      Dakwah menjadi utama, karena dengan berdakwah seorang muslim meraih pahala yang teramat besar (al-hushul ‘ala al-azhim)
Dalam sabda Rasulullah Muhammad sallallahu ‘alaihi wasallam: “Sesungguhnya Allah Subhanahu wa ta’ala memberi banyak kebaikan, para malaikat-Nya, penghuni langit dan bumi, sampai semut-semut di lubangnya dan ikan-ikan selalu mendoakan orang-orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain.” (HR. Tirmidzi dari Abu Umamah Al-Bahili).
Dalam hadist yang lain, Rasulullah Muhammad sallallahu ‘alaihi wasallam semakin mempertegas tentang keutamaan dakwah ini: “Siapa yang mencontohkan perbuatan baik dalam islam, lalu perbuatan itu setelahnya dicontoh (orang lain), maka akan dicatat untuknya pahala seperti pahala orang yang mencontohnya tanpa dikurangi sedikitpun pahal mereka yang mencontohnya. Dan barangsiapa mencontohan perbuatan buruk, lalu perbuatan itu dilakukan orang lain, maka akan ditulis baginya dosa seperti dosa orang yang menirunya tanpa mengurangi mereka yang menirunya.” (HR. Muslim dari Jarir bin Abdillah)
4)      Dakwah menjadi utama karena dapat menyelamatkan dari azab Allah dan pertanggungjawaban di akherat.
Dalam Q.S.Al-A’raf: 163-165 disampaikan tentang sebuah dialog antara orang-orang yang diam-diam saja dengan mereka yang berdakwah mengingatkan saudara-saudaranya yang melanggar larangan Allah:
Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan mereka berlaku fasik. Dan (ingatlah) ketika suatu umat diantara mereka berkata: “Mengapa kamu menasehati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?” Mereka menjawab: ”Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu, dan supaya mereka bertakwa. Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik.”
Tentang keutamaan dakwah sebagai control social untuk memperbaharui kebaikan sehingga menghindari datangnya azab, juga termaktub dalam sebuah perumpamaan sebagaimana dalam sabda Rasulullah Muhammad sallallahu ‘alaihi wasallam berikut:
“Perumpamaan orang yang tegak di atas hukum-hukum Allah dengan orang yang melanggarnya, seperti kaum yang menempati posisinya di atas sebuah bahtera. Ada sebagian yang mendapatkan tempat di atas, dan sebagian mendapat tempat di bawah. Mereka yang berada di bawah, jika akan mengambil air harus melewati orang yang berada di atas, lalu mereka berkata: “Jika kita melubangi bagian bawah milik kita dan tidak mengganggu mereka..” Kalau mereka membiarkan keinginan orang yang akan melubangi, mereka semua akan celaka. Dan jika mereka menahan tangan mereka, maka selamatlah semuanya.” (HR. Bukhari)
5)      Dakwah menjadi utama, karena ia adalah jalan menuju khairu ummah (terbentuknya umat yang baik)
Keberhasilan Rasulullah Muhammad sallallahu ‘alaihi wasallam dalam mengubah masyarakat jahiliyah menjadi umat terbaik sepanjang zaman melalui dakwah terbaik beliau adalah sejarah terbaik yang selayaknya mengetuk alam bawah sadar kita tentang keutamaan dari sebuah dakwah: menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran. Allah subhanahu wa ta’ala menegaskan dalam firman-Nya pada Q.S.Ali Imran:110:
Kamu (umat islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah…”

DAKWAH BIL QALAM
a.       Memaknai Dakwah bil Qalam
Dakwah bil qalam adalah beramar ma’ruf nahi munkar melalui media tulis, baik dalam bentuk buku maupun opini yang ditulis dalam media cetak.
Dalam pengertian lain, dakwah bil qalam adalah berdakwah/ menebar kebaikan melalui tulisan, melalui kalimat-kalimat persuasif.
b.      Urgensi Dakwah Bil Qalam
Johanes Pederson, seorang orientalis, dalam bukunya, The Arabic Book (1984), mengatakan bahwa buku di dunia Arab berakar dari islam, yang akhirnya menjadi karakter kuat dalam islam.  Secara gamblang mengatakan: “jarang ada kebudayaan lain dimana dunia tulis menulis memainkan peranan yang begitu penting seperti peradaban islam.”  Lahirnya tokoh ilmuwan muslim yang menekuni dunia tulis menulis ini, menjadi salah satu alasan tersebarnya ajaran islam tidak hanya di belahan Jazirah Arab saja. Tapi telah menyebar ke seluruh pelosok bumi. Hari ini, kita dapat menikmati karya fenomenal para ulama terdahulu. Tentang sejarah emas yang telah dicatat oleh Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim, Syaikh Islam Ibn Taimiyah, Imam at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan tokoh-tokoh muslim lainnya. Ilmu dan pemikirannya terdokumentasikan melalui penanya, hingga dapat dinikmati oleh generasi hari ini, zaman kita. Sehingga, secara rinci penulis menyimpulkan tentang keutamaan dakwah bil qalam:
1)      Menulis adalah pengikat ilmu: memaksimalkan jalan dakwah
Dalam sabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam mewasiatkan; ”ikatlah ilmu dengan tulisan.” (HR. Thobrani dan Hakim).
Menyelami dunia dakwah berarti menyelami setiap lorong ilmu. Sebab menebarkan nasehat adalah menebarkan ilmu kepada orang lain. Wasiat Rasul di atas, menegaskan bahwa menulis bukan lagi menjadi sebuah pilihan, tapi sebuah keniscayaan yang perlu dilakukan. Ilmu adalah sesuatu yang sangat berharga, sehingga menjaganya adalah sebuah kebutuhan. Salah satunya dengan menuliskannya. Hal ini tidak luput dalam pemeliharaan wahyu (Al-Qur’an). Kekuatan hafalan para sahabat tidak kemudian menafikan tentang pentingnya menuliskan wahyu yang diterima oleh Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam. Beliau memerintahkan sahabat dekatnya untuk menuliskannya. Diantaranya adalah Zaid ibn Tsabit dan Ali bin Abi Thalib. Pentingnya  mengikat ilmu melalui tulisan kemudian mendorong para ulama untuk mengikuti jejak Rasul. Hingga menulis telah menjadi tradisi para ulama. Mereka telah menyejarah hingga hari ini karena tinta emas yang ditulisnya. Sebut saja:  Imam Ghazali dengan Ihyaa’ ‘Uluum Ad-Diin dan Al-Mustasfha, Imam Nawawi dengan Syarh Shahih Muslim dan Al-Majmu’, Ibnu Sina dengan Qonun Fii Thib, Imam Malik dengan Muwatta’, Imam Syafi’i dengan Al-Umm dan Ar-Risalah,  Imam Ahmad bin Hanbal dengan Musnad, Imam Al Bukhari dan Muslim dengan kitab Shahih, Ibn Katsir dengan Tafsir Al-Qur’anul Karimi-nya yang termasyhur, hingga Muhammad Natsir dengan Capita Selekta dan Fiqh Dakwah-nya. Bagi para ulama, tinta dan pena adalah dua hal yang sangat penting, sepenting pedang dan tameng bagi para kesatria. Sebab pena adalah cara salah satu untuk memaksimalkan jalan dakwahnya.
2)      Menulis adalah mewariskan ilmu: menyempurnakan jalan dakwah
Urgensi ilmu kemudian menjadi alasan tentang perlunya menyebarluaskannya. Salah satunya melalui tulisan. Sebab mendokumentasikan ilmu adalah salah satu cara untuk menyebarkan dan mewariskan ilmu hingga ke generasi selanjutnya. Sehingga, jalan dakwah akan terus terbentang jauh, kebaikan akan terus mengalir hadir di setiap generasi, melalui ilmu yang terdokumentasikan lewat tulisan.
3)      Menulis adalah media untuk menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran
Dakwah melalui tulisan memiliki peranan yang cukup vital sebagai bentuk upaya untuk menyeru kepada kebaikan. Tulisan yang dikemas penuh hikmah, dapat memberikan inspirasi bagi orang lain untuk melakukan kebaikan, sebagaimana yang terlampiaskan dalam tulisan itu. Atau sebaliknya, memberikan ajakan terbaik kepada umat manusia untuk mencegah kemunkaran. Kegelisahan tentang kemunkaran dapat terlampiaskan melalui tulisan, yang bisa jadi tulisan itu dapat menegur titik kesadaran para pelakunya. Tulisan itu pula dapat menjadi salah satu cara untuk menentang kezaliman dan menolak kemunkaran. Dalam firman-Nya pada Q.S.An-Nahl: 125 :
Serulah (manusia) kepada  jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”


EPILOG
Tentang pena, ia telah menjadi salah satu symbol sebuah peradaban. Peristiwa bertahun-tahun silam yang menyejarah, kita maknai hari ini karenanya. Hingga akhirnya dapat menyisakan pelajaran berharga: kesalahan kemarin hari ini tidak boleh terulang. Pun tentang sebuah kebaikan yang telah tercatat sebagai tinta emas pada masa itu, dapat kita pahami hari ini sebagai sesuatu yang harus diulang dan diperbaharui. Ber-amar ma’ruf nahi munkar, dimanifestasikan sebagai proses berbagi inspirasi kepada seluruh umat manusia, sebagai bagian dari proses dakwah. Maka pena dakwah, adalah cara untuk menebar inspirasi kehidupan; tanpa terhalang oleh ruang dan waktu. Kepada siapa pun, dan kapan pun.



Tidak ada komentar: