Oleh: A.Saputri Mulyanna
Seperti biasa, hari ini terlalui dengan sederet aktivitas. Dan lagi-lagi, alur hidup hari ini semakin memperkuat argumen yang selalu dilisankan oleh teman-teman dekat. Janji untuk bertemu dengannya sore tadi tentang sebuah urusan, lagi-lagi terpaksa tertunda dengan alasan yang sangat klasik di telinganya: SIBUK. Dan akhirnya kembali bermuara pada satu kata pamungkas yang mau tidak mau harus terlisankan: MAAF. Entahlah, ini adalah takdir yang terencana atau rencana yang tertakdirkan. Dia lebih tahu pastinya.
Mengawali Januari 2011, telah terangkai mimpi untuk dapat menaklukkannya secara nyata. Mewujudkan mimpi yang tak sempat terlampiaskan sebelumnya. Menebus harapan yang tak sanggup terbayar di hari kemarin. Pun tentang asa yang terencana di tahun ini. Tentang keinginan untuk menciduk gelar sarjana, sebagai finish dari pergumulan selama kurang lebih 4 tahun ini, bersama bangku kuliah, diktat, hafalan, praktikum, dan kisah-kisah konyol yang terangkai indah bersama rekan-rekan yang lain. Ya, titik finish yang secara halus tersirat bahwa titik itu sesungguhnya justru sebagai garis awal sebuah perjuangan yang lebih nyata, pada level yang lebih menantang, di kehidupan sesungguhnya. Rasa yang terus menggebrak semangat hingga melahirkan kekuatan teramat dahsyat sebagai modal besar untuk menjadikan nyata impian yang hanya tergoreskan dalam catatan lepas di atas kertas lusuh; menggenggam Juni 2011 bersama toga diantara 2 pejuang tangguh yang selama ini menemani, Ayah-Ibu. Kugenggam mimpi itu erat. Maka lahirlah kesibukan yang semakin padat ini.
Perjuangan semakin terasa bermula saat menghadapi proyek akhir yang selalu menemani kisah hidup para mahasiswa. Kurasa cukup tak asing dalam ruang dengar kita. Apalagi kalau bukan proyek yang namanya SKRIPSI. Berawal dari cerita pencarian judul yang cukup mencairkan banyak waktu untuk menemu kata sepakat dengan pembimbing. Dan, penangguhan waktu yang cukup lama itu hampir saja meruntuhkan asa untuk meneruskannya. Untunglah, stok semangat dan motivasi masih terbilang cukup untuk kembali dapat menaklukkannya. Hingga kemudian terlakonilah perjuangan selanjutnya. Setelah bertarung dalam ruang seminar Proposal bersama Pembimbing dan para Penguji, maka action selanjutnya adalah menjamah medan setelahnya. Dunia Penelitian, tak hanya sekedar bagian dari proyek SKRIPSI yang harus terlakoni. Kisah tentang topik penelitian selama 1 bulan ini, cukup mampu menelorkan berbagai hikmah sebagai referensi hidup pada cerita selanjutnya. Yang mungkin jauh lebih bermakna dibandingkan dengan proyek yang sebenarnya menjadi titik awal action tersebut. Pelajaran tentang makna ikhlas, kesabaran, dan pengorbanan, dari waktu ke waktu, menghiasi arus hidup itu. Pun cerita tentang makna syukur, kesungguhan niat dan kemaksimalan usaha, bersama para Guru Kehidupan yang ikut hadir dalam ruang itu. Hingga, cerita tentang proyek SKRIPSI tersebut akhirnya bermuara pada titik klimaksnya; kembali menaklukkan para penguji (pun termasuk pembimbing) untuk mempertanggungjawabkan hasil penelitian tersebut melalui forum panas ---Seminar Hasil (sekaligus sebagai ujian meja). Titik klimaks untuk menggenggam Juni 2011.
Tidak cukup sejam waktu terhempas, kebahagiaan yang telah lama dinanti dibalik rencana-rencana yang sudah terangkai, akhirnya terlampiaskan bersama iringan azan Dhuhur yang terkumandangkan dengan sangat khusyu’ kala itu. Setiap teriakan Sang Mu’adzin menghunjam jauh ke dalam jiwa, mengikut bersama aliran darah, membasahi setiap organ yang dilaluinya. Menggetarkan dan mengetuk nurani yang telah lama kerontang ditelan kesibukan. Hingga memaksa jiwa untuk melisankan dan melampiaskan kesyukuran yang tak terdefenisi lagi: begitu dalam, begitu termaknai, begitu menjiwainya. Rencana dan cita besar yang terwujud, menunjukkan ranah kebahagiaan yang sesungguhnya. Memaknai pemberian dari-Nya sambil melampiaskan kesyukuran sebagai bentuk terima kasih yang sangat sederhana.
***
Akan indah pada waktunya, adalah kalimat klasik yang selalu memenuhi ruang dengar. Hingga akhirnya dapat tumbuh menyubur dalam ruang alam bawah sadar. Kalimat itu terus datang mengintai tiap kali harus memainkan sandiwara hidup-Nya yang cukup menantang dan kadang mengerutkan jidat, sebagai indikator yang cukup membuktikan betapa tangguhnya alur kehidupan yang harus termainkan itu. Kalimat sederhana yang tak semua orang mampu memaknai dan menerimanya begitu saja tatkala terhadang oleh alur hidup yang cukup keras. Dan kini, kalimat itu akhirnya seolah menunjukkan taring. Bahwa memang, akan indah pada waktunya. Segala tingkah yang kita anggap sebagai sebuah pengorbanan, suatu saat akan terjawab dengan sesimpul senyum dan tetesan rasa bahagia yang akan menyirami hati. Setiap peluh yang menetes mengikut setiap jalur proses yang terjalani sebelumnya, suatu saat akan terbalas dengan mimpi yang terwujudkan. Bahkan mungkin, akan terganti dengan sesuatu yang tak disangka-sangka. Dan itu terwujud hari ini. Dia Maha Kuasa, Dia Maha Tahu –di luar kemahatahuan kita-.
***
Ruang_inspirasi; 25 Mei 2011.
Dalam perenungan dan imajinasi yang terus menguap. Maka kumuseumkan ia dan merangkainya dengan anyaman kata dan menggoreskannya dalam selebaran kertas putih tak bernoda. 07.36
Tidak ada komentar:
Posting Komentar