must to remember:

Sejarah hanya mampu mencatat orang-orang yang menyisakan jejak dalam hidupnya. Bergeraklah...

Rabu, 29 Desember 2010

Kembali Mengenang FLP


Mungkin,hari itu adalah hari Kamis, tepatnya 23 Desember 2010. Seperti biasa, di tengah kesibukan yang hampir tiada pernah henti menyapa, layaknya mentari menyapa pagi, tiba-tiba si mungil kembali berdering. Entah kali ini deringan yang keberapa kalinya.
*Qia FLP calling*
Kuangkat. Perbincangan pun dimulai. Beberapa menit, akhirnya selesai.
Ada undangan untuk menghadiri silaturrahmi kader FLP Unhas. Katanya tanggal 25 Desember, 2 hari ke depan. Tapi saya menolak (mungkin ini yang kesekian kalinya). Tapi saya benar-benar tidak bisa. RAPIMWIL PII Sul-Sel 24-26 nanti, sama sekali tidak bisa saya tinggalkan. Apalagi tempatnya di Puca’, Maros. Jarak yang tidak dekat dan membutuhkan waktu yang cukup lama kalaupun ingin bolak-balik Makassar-Puca’. Belum lagi aksesnya yang masih kabur alias tidak jelas kapan mobil ada. Maka, tak ada jawaban lain, selain menolak undangan itu, meski sangat berat (sekali lagi; Sangat Berat). Dan saya tahu, adik yang menelpon barusan juga mendapat kekecewaan (mungkin juga untuk yang kesekian kalinya). Ah sudahlah...
Beberapa waktu kemudian, adik itu kembali menghubungi dan menanyakan, kapan saya punya waktu untuk bisa ikut hadir pada acara silaturrahmi FLP-Unhas? Kita harus hadir kak. Kami akan mangajak kader-kader FLP-Unhas dan mengundang para Ketua FLP-Unhas terdahulu sebagai pemateri dalam dialog itu. Yah, kurang lebih begitulah bahasanya. Intinya, saya harus datang. Sejenak saya mengingat semua agenda dalam waktu dekat. Merekam secara marathon jadwal yang telah saya atur setengah sempurna, setelah Adik itu menawarkan bagaimana kalau acaranya tanggal 30 Desember nanti. Karena kurasa tanggal itu belum terjadwal, maka kuiyakan usulan Adik itu. Ok, tanggal 30. Insya Allah bisa. Saya menjawabnya, sedikit lega. Akhirnya bisa mengiyakan. Meski dalam hati, ada ketakutan-ketakutan kecil, jangan sampai tiba-tiba ada agenda mendesak yang sama sekali tidak bisa saya tinggalkan. Ah, semoga tidak. Bismillah.
Setelah kucatat baik tanggal 30 Desember itu, keesokan harinya, tiba-tiba dapat info lagi, acaranya dimajukan ke tanggal 28. Hmm... Ok, insya Allah. Kembali kujawab singkat.

Waktu berlalu. Tanggal 29 terus terngiang. Harus datang. Harus bisa datang. Hanya itu yang selalu kugumamkan. Ya, saya harus datang di acara itu, janjiku.
Dan hari itu akhirnya tlah datang; 29 Desember 2010.
Setelah fajar berganti pagi, langit tetap saja tak menampakkan kecerahannya. Hujan masih saja mengguyur. Bahkan, sesekali petir menyertai. Angin kencang,, jangan ditanya. Ia pun turut hadir meramaikan pagi itu. Ya, pagi yang cukup kelabu. Ah, sebentar hujannya akan reda kok. Mencoba untuk menghibur diri. Maklum, acaranya mulai pukul 08.30. Padahal, sekarang sudang menunjukkan pukul 07.50. sementara, saya harus menyisakan waktu kurang lebih 1 jam untuk tiba di lokasi itu. Maklum, kali ini rumah saya agak jauh dari kampus, tidak seperti dulu lagi. Yang jaraknya boleh dikata hanya sejengkal. Melangkah sedikit sudah sampai.
Hujan tak kunjung reda. Dan tak ada tanda-tanda bahwa dalam waktu dekat, ia akan reda. Angin pun dengan perkasanya meliukkan diri ke kanan dan ke kiri menerpa pepohonan. Membuat pepohonan itu meliukkan badannya dengan sangat indah, membentuk sebuah gaya baru yang belum tercipta apa nama gaya itu. Ah, sudahlah. Pergi saja. Kan ada payung.
Ya sudah, aku pergi. Setelah menyiapkan semuanya; map andalan tlah masuk ke dalam ransel black, jaket black tlah terpasang sempurna demi menghangatkan badan, si Pinkers pun tak boleh ketinggalan (lap top kesayanganku),  dan yang tak kalah pentingnya payung pink butut yang selalu setia menemani sejak tahun lalu kala hujan menerpa. Perjalanan dimulai. Berjalan sedikit menerobos hujan di tengah pagi yang masih senyap, dan akhirnya menisbahkan diri sebagai penumpang angkot kampus 07 (baca: pete’ pete’ nol tujuh). Di tengah perjalanan, kembali teringat dengan acara itu; Silaturrahmi + Up Grading FLP-Unhas.  Kuniatkan untuk segera menghubungi adik-adik panitia. Yah, kondisi saat ini cukup menjadi alasan untuk menyangsikan bahwa acara akan dimulai tepat waktu. Setelah cek dan ricek via telpon, ternyata benar. Lokasi masih cukup sunyi. Peserta masih sangat kurang. Pemateri pun masih dalam proses penantian (alias masih ditunggu). Kutawarkan, saya kuliah dulu sebelum ke acara itu, dan meminta untuk dihubungi jika acaranya akan segera dimulai. Mengingat agenda kuliah pagi ini sangat penting (meski sebenarnya agenda kuliah ini dadakan, dan tidak teragendakan).
Waktu mengejar, dan berlalulah lebih dari 2 jam. Acara silaturrahmi dan Up Grading FLP-Unhas sedari tadi terngiang, berkejaran dengan ucapan dosen di atas. Kok belum ada yang menghubungi? Masa’ iya acaranya jam segini belum dimulai? Saat kualihkan pandanganku keluar ruangan, kulihat bahwa hujan memang masih seperti semula. Belum reda. Pantas saja, mungkin yang ditunggu juga masih menunggu hujan reda kali ya... Celotehku dalam hati. Tak berapa lama, tiba-tiba ada yang menghubungi. Acaranya sudah mau mulai. Dan kujawab singkat: Ok, saya ke sana sekarang.
***
Silaturrahmi Kader FLP-Unhas hari itu setidaknya kembali membuka ruang pikir ku untuk merekam kisah yang pernah terajut beberapa tahun silam. Masa dimana harus membangkitkan FLP Unhas  yang hampir saja roboh. Menggaungkannya yang hampir saja terlelap. Dan memolesnya saat hampir saja memudar. Kembali mengingat euforia masa lalu. Moment suka yang seketika berganti duka pun kembali terngiang. Saat dimana harus mengajak kawan untuk menghadiri Sekolah Menulis setiap Kamis sore, biar forum tak terlihat kosong melompong  di bawah Perpustakaan, tepat di pelataran Markas Radio Kampus EBS Unhas. Meski denga terpaksa harus mengajak dengan menggunakan bahasa-bahasa ‘keterpaksaan’, yang penting teman-teman bisa datang. Pun teringat, masa-masa persiapan kegiatan Bedah Film “Perempuan Berkalung Sorban”, yang telah menyita waktu beberapa bulan hanya untuk rapat dengan agenda yang sangat garing: Evaluasi perkembangan persiapan panitia, yang akhirnya berujung pada kegiatan Workshop Kepenulisan, meski pada akhirnya tercatat sebagai Workshop dengan peserta terbanyak. Gedung andalan (LT. 8), pun penuh sesak. Dan ingat pula moment-moment persiapan antologi cerpen ”Persahabatan bagai kedondong”, yang juga telah berhasil menyumbangkan kecewa, bahkan air mata bagi sebagian pengurus waktu itu. Meski pada akhirnya antologi itu akhirnya rampung juga dan bisa dinikmati oleh sebagin orang. WALAU tidak sempat masuk di pasaran. Hanya menjadi konsumsi pribadi yang telah diacungi jempol bagi setiap pembaca yang saya temui. Mungkin karena kurang terurus saja, jadilah antologi itu bertampang pas-pasan dan tak sempat menampakkan diri di toko-toko buku kesayangan Anda.
Tidak terlepas dari kisah sedih itu, ingat pula lah kisah lain yang cukup melegakan hati. Saat pertama kali FLP-Unhas ditantang oleh hiruk-pikuk organisasi di kampus merah melayani para Calon Mahasiswa Baru kelak. Maka, FLP-UH akhirnya tertantang untuk turut andil mengisi peluang itu. Dengan semangat yang masih membara, kami kumpulkan keberanian untuk menghadap langsung kepada Bapak PR 3 Unhas, Bapak Nasaruddin Salam, MT, yang selalu kami sebut “Bapak Kita”. karena beliau lah yang sedikit banyaknya telah membantu menggaungkan FLP Unhas ini. Sebisa mungkin kami mengolah setiap ucapan yang akan kami lontarkan, agar beliau bisa mengabulkan permintaan suci kami; FLP-Unhas bisa ikut menyelipkan brosur di sela-sela buku Pedoman Mahasiswa yang akan dibagikan pada saat PMB nanti. Semua demi mempublish-kan kembali FLP Unhas yang selama ini hampir tak terdengar. Dan Alhamdulillah, diiyakan. Saat itu pula, Bapak PR 3 Unhas, kami minta kesediaannya sebagai Dewan Pembina FLP-UH. Dan kembali diiyakan. FLP-UH pun semakin memantapkan diri untuk tampil di barisan terdepan bersama organisasi-organisasi lain yang duluan ada. Perjuangan besar pun dimulai. Terhitung, hanya 5 orang yang ikut menyelesaikan brosur sebanyak 3.000 eksemplar dalam waktu kurang lebih 1 minggu dengan kondisi yang pas-pasan. Dana pas-pasan. Printer pun hanya 1. Waktu libur pada saat itu, membuat saya berpura-pura untuk tidak merindukan yang namanya ‘pulang kampung’. Buah dari perjuangan itu pun tak sia-sia. Beratus-ratus Maba mendaftar diri untuk masuk di forum ini; FLP.
Perjuangan tak berhenti sampai di situ, masih ada 1 mimpi besar yang harus diwujudkan. Menghadirkan sekretariat FLP-Unhas. Bapak kami (sebutan untuk Bapak Dewan Pembina, PR 3) akhirnya menjadi orang yang selalu kami temui. Maka, rutinitas kami pada waktu itu hanyalah bolak-balik fakultas-Rektorat lantai 3. Dan sempat menanggalkan/menomorduakan kuliah waktu itu. Dan kalau mau tanya bagaimana hasilnya, saya Cuma mau bilang, belum waktunya saat itu FLP-Unhas mangkal dalam kampus secara blak-blakan. Jadilah Gedung iptek atau Masjid Al-Aqsho sebagai tempat meeting kami, dan LT. 8 sebagai tempat favorit kami setiap ada kegiatan.
***
Duduk di hadapan teman-teman keluarga besar FLP-Unhas saat ini sungguh mencipta suka dalam ruang pribadi. Ya, paling tidak itu yang saya rasakan. Meski setelah sekian lama hampir tak pernah menampakkan wajah di setiap moment-moment perkumpulan FLP. Kalaupun hadir, yah paling cuma sebentar saja. Kesibukan di luar selalu saya umbar sebagai alasan ketika tiap kali ditanya; kenapa tidak datang. Klasik . Memang ! tapi begitulah... kalaupun masih ada yang menambahkan; sibuk apa? Yah, saya hanya bisa tersenyum ringan untuk membalas pertanyaan itu. Mau mengumbar sederet jawaban sebagai alasan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu? Bukan Gue banget!  Yang harus merincikan sederet aktivitas saya setiap hari untuk saya jadikan ia tameng demi menjawab pertanyaan-pertanyaan membosankan itu. Apologetik, it’s not me! Terlepas dari semua itu, saya Cuma mau bilang bahwa ketidakhadiran teman-teman dalam setiap moment-moment FLP, alias tdk smpat lg menampakkan diri krna kesibukan apapun it, tetap ku yakin,nama itu tetap terngiang indah dlm hati&jiwa qt.krn tmn2 adalah bagian darinya. Dan FLP adalah almamater kita. begitu pula bagi saya. Bukan hal yang mudah untuk tiba-tiba menghilang dari rumah pijakan saya selama beberapa waktu dan menghempaskan almamater tersebut. Bukan hal yang mudah untuk tidak lagi peduli dengan wadah yang telah kita bentuk, meski belum sempurna. Sekali lagi; BUKAN HAL MUDAH untuk melakukan semua itu!
***
Sibuk apa, Nan?”
Pertanyaan itu Lagi-lagi terlontar, dan menjadi closing statement seseorang dalam ruangan itu sebelum kami akhirnya berpisah. Dan, seperti biasa, saya balas saja dengan senyuman singkat saya. CUKUP !
Smangat ya de’. Perjuangan ini ada di tangan kalian. Jangan biarkan ia mati dalam genggaman kalian.”
Kucoba melontarkan kalimat itu kepada adik-adik pengurus baru. Cukup normatif kedengaran.  Biarlah, Paling tidak bisa meluapkan pesan dari lubuk hati yang paling dalam, sebelum meninggalkannya.
***
Dalam perjalanan pulang, kembali saya terngiang dengan pertanyaan membosankan itu: Sibuk apa sekarang, Nan? Saya tahu, sebenarnya ada kalimat penyambung lagi setelah kalimat itu yang tersembunyi rapat. Kenapa  tidak pernah muncul-muncul?
Maka, kupertegas saja pertanyaan itu: Saat ini memegang kendali di Korwil Korps PII Wati Sul-Sel. Paling tidak, biar semua jelas, tanpa harus menunggu waktu lagi, yang sampai kemarin mungkin Sang Waktu belum sempat menjawabnya.
***

02.12
30 Desember 2010.
*sunyi  sepi malam*

Sebagai bentuk Nostalgia Pribadi:
.: Nafi’ah Al-Fatih ----- nanna :.

Tidak ada komentar: